Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Perkembangan Digital dan Keadilan Royalti, Dua Tantangan Berat Penulis Masa Kini

22 Februari 2018   13:59 Diperbarui: 22 Februari 2018   16:40 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kompasiana

Di luar dari masalah penerbitan dan penjualan, ada hal paling penting bagi Dodi Prananda yaitu eksistensi penulis itu sendiri. Bagaimana dia dikenal baik oleh masyarakat dengan karya-karyanya. Untuk itu, merupakan hal yang wajib dijalani bagi penulis, selain membuat konten yang baik, yaitu melakukan pertemuan dan diskusi untuk menyampaikan gagasannya.

"Eksistensi penulis ya di karya itu, kalau sudah diterbitkan, maka dibahas. Karena kalau gak dibahas maka gak sampai isi pesan bukunya," katanya.

Dodi menambahkan bahwa kegiatan itu pun tidak harus temu langsung seperti ajang kopi darat dengan penulis. Banyak sarana untuk menyalurkannya. Saat ini kita bisa memanfaatkan media sosial, lewat komunitas, media sosial, atau diskusi melalui Whatsapp. Jadi sudah bukan sulit lagi berkumpul dengan orang yang sama minat.

Dokumentasi Kompasiana
Dokumentasi Kompasiana
Selain itu, Dodi juga menyinggung perihal royalti yang didapatkan. Meski bukan hal yang baru, namun permasalahan ini masih kerap dihadapi oleh rekan sesamanya. Baginya, kompensasi royalti yang didapatkan dari hasil penjualan buku tidak adil terhadap penulis karena hanya mendapatkan 10% dari keuntungan penjualan.

Dia pun berpikir bahwa mungkin hal itu yang membuat sebagian orang masih belum yakin untuk menjadikan menulis sebagai profesi utama dalam kehidupannya. Karena untuk sekarang penghargaan terhadap penulis itu masih kurang.

"Karena apa sih yang bisa diharapkan dari keuntungan 10%? Atau yang sudah punya nama itu paling bisa dapat 15% dari penjualan bukunya. Tapi itu kan gak imbang banget," ungkap Dodi ketika berbincang dengan tim konten Kompasiana.

"Baiklah penerbit sudah memberikan sumber daya dan distribusi. Tapi bagaimanapun industri itu kan rangkaian kerjasama. Itu gak akan bisa sampai ke publik kalau tidak ada ide," keluhnya.

Dodi mengingatkan, hal lain yang harus diperhatikan bahwa penulis juga harus berhati-hati dengan regulasi yang sedang diatur pemerintah. Karena hal ini pernah menimpa rekannya sesama penulis. Misalnya sedang ada fenomena sensitif apa yang sedang terjadi. Hal ini bermaksud agar penulis tidak merugi hanya karena pemerintah melarang peredaran buku yang mengandung ideologi tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan norma masyarakat kita.

"Kebetulan bukan buku saya, tapi buku rekan saya yang pernah berkolaborasi. Jadi waktu itu sedang berlaku aturan pemerintah untuk menghapus konten tentang LGBT. Itu fiksi, dan dianggap ada konten yang mempromosikan LGBT. Padahal secara umum isi bukunya hanya untuk menambah wawasan dan menjelaskan tentang pubertas remaja. Imbasnya penerbit menahan bukunya, padahal sudah diproduksi 2000 eksemplar. Padahal penulis sudah meluangkan waktu dan investasi besar terhadap buku itu tapi tidak bisa dijual," ungkapnya perihal hal tersebut.

Sebagaimana kita ketahui, metode efektif dalam menyebarkan suatu ajaran atau ideologi tertentu adalah melalui buku. Sehingga tidak mengherankan bahwa pemerintah terpaksa menghentikan peredaran buku yang kehadirannya mengancam nilai-nilai yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat karena takut membawa pengaruh yang negatif. Sebab pengaruh negatif tersebut bisa hanya berdampak pada dirinya sendiri, lingkungan kecil di sekitarnya atau bahkan keutuhan negara. Terlebih jika segmentasinya adalah remaja sebagai penerus bangsa.

Bagaimana pun, usaha yang dilakukan penulis dan penerbit saat ini dalam menghadapi tantangan nyata perkembangan dunia digital. Hal yang paling diharapkan dari mereka adalah apresiasi. Untuk itu, sebagai konsumen kita patut menghargai setiap karya terutama karya dari bangsa kita sendiri. Karena dengan apresiasi, dunia penulisan dan penerbitan bisa terus berkembang dan menjadi pencerah untuk masa depan.  

(aul/yud)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun