Dodi juga mengungkapkan hal yang serupa bahwa masih banyak orang-orang yang tertarik membeli buku. Baginya tidak usah mencemaskan data tentang minat membaca yang rendah. Karena yang terjadi di lapangan, persaingan penulis semakin banyak dan menantang. Toko buku selalu ramai.
"Oke kalau pemerintah kita sering membandingkan durasi membaca orang Indonesia dengan orang di negara lain masih jauh, tapi kenapa ketika saya membeli buku selalu antri?" ujarnya.
 "Untuk kalangan tertentu seperti menengah dan menengah-atas itu bahkan selalu merawat kebiasaan mereka. Kita juga sering melihat di toko buku, khususnya di genre novel pasti banyak siswa-siswi yang baru pulang sekolah, dan sangat excited ketemu buku-buku terus saling membicarakan," tambahnya.
Bagi Dodi, minat membaca selalu ada dan selalu diwariskan. Sementara dari sisi penerbit, Whindy menjelaskan bahwa ini adalah masalah prioritas antara membeli buku atau kebutuhan yang lain:
"Kalau kita lihat bapak-bapak dan ibu-ibu jika punya uang lima puluh ribu, pertanyaannya, mereka mau beli buku atau mau beli rokok? Kalau ibu-ibu mereka mau beli buku atau alat tulis buat anaknya?"
Menurutnya buku belum menjadi prioritas di Indonesia. Sebagai penerbit ia tidak sepaham dengan fenomena menurunnya minat baca. Sesuatu yang berkaitan dengan gaya hidup, pastinya tidak terlepas dari prioritas.
Lantas apakah E-book mengancam keberlangsungan buku?
Dari sudut pandang penerbit, Whindy mengambil sisi positif dari perkembangan digital. Menurutnya eksistensi buku tidak dengan mudah tergantikan begitu saja hanya karena e-book. Di antara alasan kenapa buku masih diterima oleh masyarakat karena faktor emosional.
"Sekarang gini, kenapa teman-teman masih membeli buku? Karena lebih nyaman, sensasinya berbeda, ada rasa puas ketika kita memilikinya".
Meskipun e-book memberikan kepraktisan, namun secara industri masih belum bisa menyaingi keuntungan dari penjualan buku. "Tapi memang secara industri dan uang, keuntungan penjualan e-book masih kalah jauh dari buku berbentuk fisik".
Jadi, mana yang harus kita cemaskan di masa depan, eksistensi buku fisik atau minat baca manusia?