Di sanalah akhirnya bergelut dengan kenyataan: separuh karena impian, separuh lainnya tentang luka patah hati yang dalam.
***
Tak ada yang diinginkan orangtua kepada kita selain kebahagiaan dan keselamatan. Di antara itu terseliplah harapannya: ada seseorang yang kelak akan menggantikannya dan (kembali) ada yang mengurusi anak-anaknya. Dalam cerpen "Karena Aku Bukan Ande-ande Lumut" yang ditulis Dyah, pergolakan batin yang nyata itu dikemasnya menjadi menarik.
Kisah percintaan, atau perjodohan lebih tepatnya, masih sering kita jumpai sampai sekarang. Menolak atau melanggar kepatuhan anak kepada orangtua. Menerima atau haknya sebagai manusia direnggut untuk memiliki pilihan. Namun, apa twist yang ditawarkan Dyah sungguh menarik: bagaimana jika perjodohan yang dipaksakan itu merupakan benar pilihan kita? Menerima dengan pasrah begitu saja, kah?
***
Seni dalam realis adalah tentang bagaimana kita memberikan sesuatu yang nyata meski itu (sebenarnya) tabu. Reinkarnasi, misalnya. Bagi sebagian orang (atau, kelompok masyarakat) reinkarnasi merupakan sesuatu yang pasti. Bahwa setiap orang akan dilahirkan kembali setelah ia mati. Bahkan ada yang beranggapan, reinkarnasi adalah balasan atas apa yang dilakukan pada kehidupan sebelumnya.
Mim Yunarto bahkan sampai menuliskannya dengan judul "Reinkarnasi". Dalam kisahnya, perjalanan reinkarnasi tersebut bermula di sebuah museum. Museum, barangkali, adalah tempat di mana yang-kini berkelindan dengan yang-lalu.
Menariknya lagi, Mim Yunarto memadukan antara hikayat dongeng dengan ingatan tokoh utama dalam cerita.
***
Cerita-cerita realis akan terus berbicara menurut zamannya. Bahwa setiap cerita akan berkembang dan saling menimpali dengan cerita lain. Laiknya menuliskan sejarah. Dan sejarah, barangkali, akan lebih mudah dinikmati dengan cara seperti itu, bukan?
Para pembaca cerita-cerita realis ini akan menilai dengan perspektif yang beragam. Menariknya, dalam cerita realis, laku hidup pada tokoh dan latar dalam cerita realis akan menarik karena mengandung sikap hidup yang terlatih, meski pada hakikatnya tertatih.