Lapar dan kau tahu ini: makan nasi uduk adalah jawaban atas segala bentuk kelelahan hari itu. Kau menghampiri Nasi Uduk Babeh Rahmat dekat terminal angkutan umum 35 (Cibinong - Bambu Kuning). Lauk kesukaan kau di sana: semur jengkol, semur tahu dan oreg tempe yang pedas. Dengan lahap kau makan. Tandas, tidak sampai 10 menit.
Di sebelah warung nasi uduk Babeh Rahmat, adiknya membuka warung klontong. Yasir, namanya. Biasanya kau membeli Kopi Liong Bulan barang 2 sampai 3 pack pesanan teman-teman kantor di sana. Kau menceritakan kalau seharian habis keliling mencari-cari kabar tentang berhentinya Kopi Liong Bulan. Yasir tertarik dan ingin mendengar cerita kau itu. Dari salah pabrik hingga pabrik Kopi Liong Bulan tutup. Kau ceritakan.
Yasir mengajak kau masuk ke ruang dalam warungnya. Nampaknya ia punya cerita sendiri tentang Kopi Liong Bulan. Dan tak lama Yasir menceritakan ingatan-ingatan tentang Kopi Liong Bulan:
Sudah dari kapan mencoba Kopi Liong Bulan?
Dari kecil. SD kelas 4 kalau tidak salah. Ngopinya juga dari dulu ya cuma Kopi Liong Bulan.
Kalau kopi lain tidak suka?
Orang Bojong mah kalau ngopi ya cuman (Kopi) Liong (Bulan). Gak ada yang lain. Malahan kalau belon ngopi Liong tuh berasa ada Naga yang muter di (tungkuk) kepala. Bawaannya pusing.
Lha apa gak bangkrut tuh, jual Kopi Liong Bulan tapi saban hari ngopinya gituan juga?
Kalau sekarang sih udah berenti....
Kenapa?
Biasanya, ini lambung udah sering sakit-sakitan. Kata dokter gak usah ngopi lagi. Tapi kalau udah kepepeeeeeeet banget pengen ngopi, udah pasti dah tuh bikin Kopi Liong Bulan. Pernah nyoba ngopi yang laen, baru ngendus aromanya aja langsung muntah. Emang cuma (Kopi) Liong (Bulan) udah cocoknya.