Berita salah seorang tokoh yang hangat dibahas dalam beberapa hari terakhir cukup menarik perhatian khalayak luas. Salah satunya adalah pembahasan mengenai sakit yang dideritanya. Terdapat istilah "malingering" yang memiliki arti mengenai kondisi "berpura-pura sakit".
Selain artikel mengenai "malingering" ini, terdapat artikel lain mengenai jurnalistik anomali, rumah Ibu Inggit Ganarsih, film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak yang underrated, dan tradisi saweran dalam adat Sunda yang maknanya sudah "melenceng" dalam waktu belakangan ini. Berikut lima artikel headline pilihan Kompasiana hari ini.
1. "Malingering" atau Berpura-pura Sakit Bukan Sebuah Gangguan Jiwa
Malingering adalah salah satu kondisi yang mungkin menjadi fokus perhatian klinis. Malingering bukanlah sebagai gangguan kejiwaan. Malingering ini biasanya bersifat eksternal karena untuk menghindari tugas militer atau pekerjaan, mendapatkan kompensasi finansial, menghindari tuntutan pidana, atau mendapatkan obat-obatan terlarang.
Pemeriksaan dan wawancara berkepanjangan terhadap seseorang yang diduga memiliki kelainan malingering dapat menyebabkan kelelahan dan mengurangi kemampuan orang "penderita" malingering tersebut untuk mempertahankan tipuannya.
Pendekatan yang lebih disarankan adalah untuk menghadapi orang tersebut adalah mengatakan secara tidak langsung bahwa temuan objektif tidak memenuhi kriteria diagnosis dokter untuk diagnosis medis. Dokter bisa memberitahu bahwa orang tersebut diharuskan tes invasif dan menjalani perawatan yang tidak nyaman.
2. Menghadirkan Jurnalistik Anomali, Perlukah?
Singkatnya, profesi jurnalis masa kini seperti tidak membutuhkan keahlian khusus dalam teknik menulis hebat. Profesi jurnalis seolah tidak lagi dimuliakan karena dirinya sendiri. Apalagi, kini profesi jurnalis terbuka bagi siapa pun.
Berita yang dipublikasikan pada publik saat ini seperti tak menginginkan keindahan bahasa liputan berita yang disampaikan pada khalayak luas. Jagat jurnalistik anomali kini lebih mewarnai dunia pers, terutama dunia maya yang sangat ramai pada beberapa waktu yang lalu.
3. Rumah Inggit Ganarsih, Sejarah yang Terlupakan
Kisah Ibu Inggit Ganarsih ini dapat kita temukan pada rentetan panel mengenai cerita hidupnya dari mulai dia berkenalan dengan Soekarno sampai dia meninggal di kediamannya di Jalan Inggit Ganarsih, Bandung, yang dulu bernama Jalan Ciateul.
Rumah ini merupakan rumah pertama ketika dia baru menikah dengan Soekarno. Di dalam rumah ini kita bisa melihat panel cerita tentang hidup Ibu Inggit dan foto-fotonya bersama kerabat dan keluarga.
4. Menguji Daya Tahan Marlina, Si Pembunuh dari Sumba
Namun ternyata, terdapat satu film nasional yang tak ikut bersaing dalam FFI 2017, tetapi sudah menuai banyak pujian dalam festival film internasional. Film ini berjudul Marlina Si Pembunuh Dalam EmpatBabak. Film ini merupakan film satu-satunya yang berasal dari Asia Tenggara yang diputar di Festival Cannes, Perancis.
Di balik kurang antusiasme publik Indonesia menonton film ini, nyatanya film Marlina Si Pembunuh Dalam EmpatBabak sangat direkomendasikan untuk ditonton. Keindahan alam Sumba dan alur cerita yang mengajak penonton merenung membuat film ini worth it untuk disaksikan.
5. Tradisi Saweran sebagai Budaya atau Gengsi?
Mempelai keduanya dipayungi, diiringi oleh nyanyian Sunda yang berisi petuah atau nasihat. Lalu mereka akan melemparkan berbagai barang sebagai simbol kepada hadirin. Dan warga sekitar akan berduyun-duyun menunggu saat pihak tuan hajat menyebarkan barang tersebut. Isi dari tempat yang disebut Bokor ini adalah uang recehan, beras, irisan kunyit, permen dan lipatan daun sirih.
Namun hal yang terjadi belakangan ini berbeda. Banyak orang yang saling bersaing jumlah nominal sawerannya. Lama-kelamaan ini menjadi seperti gengsi tersendiri untuk orang yang menyawer, dan menghilangkan makna dari budaya "saweran" itu sendiri.
(FIA)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H