Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Owa Jawa dan Hal-hal yang Penting Tentangnya

21 November 2017   14:48 Diperbarui: 22 November 2017   19:19 3295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manfaat terbesar Gunung Gede-Pangrango, jika masih berfungsi dengan baik, adalah menahan dan menampung air hujan melalui akar-akarnya. Kalau pohon-pohon itu ditebang dan tidak dijaga, maka air yang dari hujan akan turun langsung. Mengalir ke Bogor dan mengakhirinya di Jakarta. Kemudian yang terjadi adalah Jakarta tenggelam. Cukupkan dulu sampai di sini. Mungkin perlu digaris bawahi: kemudian yang terjadi adalah Jakarta tenggelam. Akibat terburuk, semoga ini tidak terjadi, Indonesia akan lumpuh. Sebab hanya di Indonesia pusat pemerintahan dan bisnis ada di satu kota, namanya Kota Jakarta.

Lalu apa yang dilakukan Owa Jawa di Gunung Gede-Pangrango? Selain menjadi habitat Owa Jawa, di sana Owa Jawa menjaga agar supaya hutan Gunung Gede-Pangrango tetap hidup. Dari apa yang Owa Jawa makan, bijinya kemudian tumbuh pohon. Terus seperti itu, dari satu titik ke titik lainnya.

Sumber: Pertamina
Sumber: Pertamina
Untuk itulah penyelamatan dan rehabilitasi Owa Jawa itu menjadi penting. Untuk itulah kita mesti peduli terhadap keberlangsungan hidup Owa Jawa. Dan, barangkali, untuk itu juga Pertamina menaruh perhatian khusus kepada Owa Jawa.

***

Melihat laku hidup manusia dari novel "O" itu lucu. Aligori yang disajikan Eka Kurniawan pada pembacanya menjadi dekat dan lekat.

Ada satu fragmen di mana tokoh O yang sudah menjadi peliharaan seorang tukang topeng menyet keliling diselamatkan oleh seekor anjing bernama Kirik. Bagi si O, tentu semakin sering bersama tukang topeng monyet keliling akan membawanya semakin dekat kepada mimpinya menjadi manusia --dan cintanya kepada Si Entang Kosasih. Sedangkan bagi si Kirik, apa yang dilakukan si O adalah kebodohan. Bahwa semakin ia bersama dengan tukang topeng monyet keliling, justru itu menyiksanya.

Barangkali benar apa yang ditulis Eka Kurniawan dalam novel "O": cinta dan ketololan seringkali hanya masalah bagimana seseorang melihatnya. Seperti kecintaan manusia kepada binatang, khususnya Owa Jawa, tapi dengan memburunya, memilikinya. (hay)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun