Tokoh yang diceritakan ini berpesan untuk tidak tergiur dengan upah tinggi. Jika kita memiliki satu keahlian khusus, bolehlah keluar dari "zona nyaman". Namun jika kemampuan Anda biasa saja dan ditawari sebagai kariawan kontrak, tapi perusahaan memiliki tuntutan tinggi pada Anda, cobalah berfikir ulang.
Ulasan lengkapnya bisa dilihat dalam tautan ini.
Apakah Memiliki Anak adalah Hak?
Lalu perdebatan lain muncul ke permukaan, mengenai keabsahan pasangan sesama jenis memiliki anak lewat ibu pengganti ini. Dan tentu saja masalah demografi yang melanda Jepang. Negeri Sakura mewajibkan masyarakatnya memiliki anak, tapi kita semua tahu bahwa masyarakat di sana amat fokus pada pekerjaannya sehingga agak mengesampingkan masalah keberlangsungan keturunan.
Lalu masalah yang lebih pelik lagi timbul, yakni bolehkah seseorang yang jomblodiperbolehkan memiliki anak lewat ibu pengganti? Bahkan di Amerika ada kasus menarik, yaitu seorang penyandang disabilitas yang hidup miskin dan sebatangkara menggunakan jasa ibu pengganti demi memiliki momogan. Namun ibu yang mengandung benih anak-anaknya tak mau memberikan bayi-bayi tersebut kepada orangtua biologisnya karena dinilai tak mampu membesakan tiga bayi tersebut dengan baik.
Ulasan lengkapnya bisa dilihat pada tautan berikut.
Penerapan "Transit Oriented Development", Antara Impian dan Kenyataan
Dalam perkembangannya, TOD diaplikasikan kedalam daerah dengan gabungan antara hunian, area komersil, dan perkantoran, kemudian diintegrasikan dengan moda transportasi masal. Konsep ini sebenarnya telah diadaptasi oleh pemerintah yakni dengan pembangunan di sekitar Stasiun KRL Tanjung Barat, Stasiun KRL Pondok Cina Depok, dan Stasiun KRL Bogor.
Namun pembangunan di tiga daerah tadi belum maksimal, pasalnya pemerintah hanya memberi 25% bagi rusun bersubsidi. Mengapa alokasinya sedikit? Simak ulasan lengkapnya di sini.