Kerajaan Majapahit tengah ramai jadi perbincangan di Facebook. Pasalnya ada pihak yang meyakini bahwa Majapahit adalah kerajaan islam di Indonesia. Apa benar? Apa kita sudah cukup rendah hati menerima kenyataan ilmu pengetahuan?
Artikel tentang kerajaan Majapahit ini menjadi salah satu artikel pilihan Kompasiana hari ini. Dan ada beberapa artikel lainnya yang sangat sayang untuk dilewatkan.
Berikut artikel pilihan Kompasiana selengkapnya.
1. Majapahit Kerajaan Hindu atau Islam, Rendah Hatilah Menerima Pengetahuan
Kemudian ia bercerita saat teringat akan kisah seorang kolumnis. Kolumnis itu tengah berjalan-jalan dengan anaknya dan anaknya bercerita tentang dinosaurus. "Dinosaurus itu bisa benar, bisa tidak," kata anaknya.
Sama saja dengan kerajaan Majapahit. Memang bisa saja apa yang jadi perbincangan di media sosial itu benar. Tapi jika salah, apa kita cukup rendah hati menerima pengetahuan?
2. Kekerasan terhadap Wartawan Masih Terjadi dan Terabaikan
Komentar pun bermunculan, mulai dari anggota DPR, PWI dan AJI mengecam perlakuan anggota brimob ini. Ini mengingatkan kita pada era Orde Baru di mana pers mendapat posisi dengan tekanan yang berat.
Lantas, harus diberi hukuman apa mereka yang melakukan tindak kekerasan pada wartawan ini?
3. Seninya Menjadi Calon Bapak
Namun suatu saat, ada kabar baik untuknya. Hasil test pack memperlihatkan dua strip merah yang berarti istrinya positif mengandung. Tentu saja ini membawa perubahan dalam hidupnya. Ada banyak hal yang awalnya tidak ia lakukan, kini dilakukannya demi sang bayi.
Hal-hal inilah yang menjadi kenikmatan setelah lama menanti diberi kepercayaan oleh Tuhan. Kisah ini sangat layak Anda baca melalui tautan berikut ini.
4. Status "Wonderkid" antara Pengakuan, Harapan, dan Beban
Para wonderkid ini kerap mendapat perhatian lebih dari para penggemar. Jika tidak dapat mengatasi tekanan ini, dapat dipastikan ia akan menjadi pemain gagal di masa depan. Sudah ada beberapa contoh nyata seperti Nicklas Bendtner atau Balotelli.
Status wonderkid, memang seperti pedang bermata 2 bagi pesepakbola muda. Di satu sisi, ia adalah wujud pengakuan, dan harapan akan sebuah bakat besar, yang terasa menyenangkan untuk didengar. Tapi di sisi lain, ia adalah sebuah beban, yang harus dipertanggungjawabkan, lewat latihan keras nan disiplin yang melelahkan.
5. Saung, Kearifan Lokal yang Tergusur Peradaban
Pada saung, mereka berkumpul melepaskan lelah, makan bersama, ngobrol, ngopi dan menebar segala informasi. Di saung denyut nadi kehidupan masyarakat tradisional hidup. Pertanyaannya sekarang kemana peranan saung? Demikian tragis nasib saung.
Kondisi memperihatinkan yang dialami saung, akibat salah kita semua. Kita gagal dalam memahami peran saung, sekaligus gagal mengenai kearifan lokal yang dikandung saung. Akulturasi kegagalan kita mengenai saung, mengakibatkan saung kehilangan perannya.
(yud)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H