Kebijakan full day school (FDS) yang digagas Mendikbud Muhadjir Effendi akan mulai berlaku pada Juli mendatang bertepatan dengan tahun ajaran baru. Kebijakan ini menuai pro dan kontra, dan Kompasiana pun ramai oleh pembahasan kebijakan ini.
Ada salah satu artikel menarik berjudul "Kita Butuh Full Day Education, bukan Full day School" yang isinya cenderung menentang kebijakan FDS ini karena bertentangan dengan trilogi pendidikan.
Selain artikel soal full day school, ada juga beberapa artikel lainnya yang sangat sayang untuk dilewatkan seperti ulasan soal mengapa pria kerap berbohong pada pasangannya, juga soal seberapa jauh PT KAI bertanggungjawab atas insiden yang baru saja terjadi di kawasan Senen baru baru ini. Berikut ini adalah artikel pilihan Kompasiana hari ini, selengkapnya.
1. Kita Butuh "Full Day Education", Bukan "Full Day School"
Dari ulasan artikelnya, bisa kita simpulkan bahwa menurutnya siswa di Indonesia lebih membutuhkan full day education (FDE) daripada full day school (FDS). FDE dan FDS adalah dua hal yang berbeda. Untuk mencetak manusia beriman dan bertakwa, tidak hanya cukup mengandalkan peran dari sekolah. Peran besar keluarga dan masyarakat juga sangat dibutuhkan dan hal inilah yang tidak akan didapatkan dari kebijakan FDS.
Selain itu jika kita membaca opininya lebih dalam, bisa ditarik kesimpulan bahwa kebijakan FDS melanggar konsep "Trilogi Pendidikan" di mana dalam konsep ini ada keterikatan erat antara keluarga, lingkungan dan sekolah dalam mendidik para siswa.
Ulasan menarik ini bisa Anda baca selengkapnya melalui tautan ini.
2. Karena Cewek "Benci" Cowok yang Sering Bohong?
Menurut penulis, alasan pertama adalah karena si cowok punya salah. Nah, ini biasanya mudah dipahami dan bisa diselidiki berdasarkan pengalamannya. Alasan kedua adalah, cowok berbohong karena pasangannya terlalu posesif dan malah tidak membuat nyaman. Alasan ini yang paling sering ditemukan. Jika dipikir-pikir ada benarnya juga, siapa juga yang bisa tenang kalau terus "dihantui" oleh dering telepon atau chat dari pasangannya, betul tidak?
Artikel anak muda ini sangat layak untuk dibaca. Berikut ini tautannya.
3. Puasa Ramadan, Bentuk Cinta pada Orang Miskin
Ada banyak orang yang hidup di bawah garis kemiskinan dan terbiasa menahan rasa lapar dan haus setiap hari. Momentum puasa inilah yang bisa kita jadikan cerminan untuk bersyukur. Ramadan bisa menjadi waktu yang tepat untuk meluapkan bentuk cinta kasih kita pada orang yang tidak mampu. Ada banyak cara yang bisa dilakukan.
Ulasan ini bisa Anda baca lewat tautan berikut ini.
4. Waspada terhadap Siklus Gempa Besar di Indonesia
Sebenarnya pada pertengahan tahun 1990an seorang peneliti bernama Ron Harris dari Brigham Young University menemukan bahwa Indonesia berpotensi mengalami gempa yang bisa mencapai kekuatan lebih dari 8 skala richter dan mengirimkan hasil penelitian ini pada pemerintah kala itu. Namun tidak ada persiapan sama sekali yang dilakukan oleh pemerintah.
Dari penelitiannya ini diperkirakan bahwa bencana gempa adalah siklus yang kerap terjadi dalam rentang waktu tertentu. Ulasan selengkapnya bisa Anda baca lewat tautan berikut.
5. Tabrakan Maut di Pasar Gaplok, Senen, Sejauh Mana PT KAI Bertanggung Jawab?
Memang jika dilihat sekilas kesalahan berada di pihak pengemudi mobil, namun PT KAI pun sebenarnya juga tidak bisa dibenarkan. Penulis menceritakan kondisi nyata di sekitar lokasi kejadian. Menurutnya titik pemberhentian kereta api memang tidak berada di letak yang ideal karena gerbong terakhir kereta malah menghalangi jalan dan malah bisa berimbas pada akumulasi antrean kendaraan yang berlebihan.
Penulis pernah mencoba melakukan protes dan memberikan masukan pada PT KAI, namun respon yang diberikan ternyata mengecewakan. Akibatnya kemacetan parah seringkali terjadi karena ketika kereta berhenti, pengguna jalan harus menunggu lebih lama.
Ulasan selengkapnya
(yud)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H