Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lebih Baik Mana, Full Day School atau Full Day Education?

16 Juni 2017   18:35 Diperbarui: 16 Juni 2017   21:04 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabrakan yang melibatkan kereta api dan sebuah mini bus di Senen. Tribunnews.com

Kebijakan full day school (FDS) yang digagas Mendikbud Muhadjir Effendi akan mulai berlaku pada Juli mendatang bertepatan dengan tahun ajaran baru. Kebijakan ini menuai pro dan kontra, dan Kompasiana pun ramai oleh pembahasan kebijakan ini.

Ada salah satu artikel menarik berjudul "Kita Butuh Full Day Education, bukan Full day School" yang isinya cenderung menentang kebijakan FDS ini karena bertentangan dengan trilogi pendidikan.

Selain artikel soal full day school, ada juga beberapa artikel lainnya yang sangat sayang untuk dilewatkan seperti ulasan soal mengapa pria kerap berbohong pada pasangannya, juga soal seberapa jauh PT KAI bertanggungjawab atas insiden yang baru saja terjadi di kawasan Senen baru baru ini. Berikut ini adalah artikel pilihan Kompasiana hari ini, selengkapnya.

1. Kita Butuh "Full Day Education", Bukan "Full Day School"

Ilustrasi. Kompas.com
Ilustrasi. Kompas.com
Kebijakan full day school yang rencananya akan mulai diimplementasikan pada tahun ajaran baru berikutnya, menuai tentangan dari banyak pihak. Salah satunya adalah penulis artikel ini yang berprofesi sebagai dosen di Jambi.

Dari ulasan artikelnya, bisa kita simpulkan bahwa menurutnya siswa di Indonesia lebih membutuhkan full day education (FDE) daripada full day school (FDS). FDE dan FDS adalah dua hal yang berbeda. Untuk mencetak manusia beriman dan bertakwa, tidak hanya cukup mengandalkan peran dari sekolah. Peran besar keluarga dan masyarakat juga sangat dibutuhkan dan hal inilah yang tidak akan didapatkan dari kebijakan FDS.

Selain itu jika kita membaca opininya lebih dalam, bisa ditarik kesimpulan bahwa kebijakan FDS melanggar konsep "Trilogi Pendidikan" di mana dalam konsep ini ada keterikatan erat antara keluarga, lingkungan dan sekolah dalam mendidik para siswa.

Ulasan menarik ini bisa Anda baca selengkapnya melalui tautan ini.

2. Karena Cewek "Benci" Cowok yang Sering Bohong?

Ilustrasi. Prevention.
Ilustrasi. Prevention.
Anak muda yang tengah menjalin hubungan dengan pasangannya pasti paham akan hal ini; laki-laki seringkali berbohong pada pasangannya untuk melakukan hal yang dia sukai, benar bukan? Mungkin sebagian besar akan menjawab "ya" karena memang ada alasan tersendiri yang melatarbelakangi mengapa laki-laki sering "ngibul" pada pasanganannya.

Menurut penulis, alasan pertama adalah karena si cowok punya salah. Nah, ini biasanya mudah dipahami dan bisa diselidiki berdasarkan pengalamannya. Alasan kedua adalah, cowok berbohong karena pasangannya terlalu posesif dan malah tidak membuat nyaman. Alasan ini yang paling sering ditemukan. Jika dipikir-pikir ada benarnya juga, siapa juga yang bisa tenang kalau terus "dihantui" oleh dering telepon atau chat dari pasangannya, betul tidak?

Artikel anak muda ini sangat layak untuk dibaca. Berikut ini tautannya.

3. Puasa Ramadan, Bentuk Cinta pada Orang Miskin

Ilustrasi. ICOC Nigeria
Ilustrasi. ICOC Nigeria
Puasa Ramadan adalah untuk mewujudkan rasa cinta kasih pada orang miskin, benarkah demikian? Benarkah ada korelasi antara Ramadan dengan orang miskin? Pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa terjawab dalam artikel ini. Penulis melihat bahwa memang benar, esensi puasa Ramadan bukan hanya untuk menahan diri dan beribadah pada Allah SWT. tetapi juga merupakan bentuk empati pada saudara-saudara yang kurang beruntung.

Ada banyak orang yang hidup di bawah garis kemiskinan dan terbiasa menahan rasa lapar dan haus setiap hari. Momentum puasa inilah yang bisa kita jadikan cerminan untuk bersyukur. Ramadan bisa menjadi waktu yang tepat untuk meluapkan bentuk cinta kasih kita pada orang yang tidak mampu. Ada banyak cara yang bisa dilakukan.

Ulasan ini bisa Anda baca lewat tautan berikut ini.

4. Waspada terhadap Siklus Gempa Besar di Indonesia

Gempa dan tsunami di Aceh pada 2004 silam. Harian Kompas.
Gempa dan tsunami di Aceh pada 2004 silam. Harian Kompas.
Indonesia adalah negara yang cukup rawan akan terjadinya bencana gempa. salah satu yang terbesar adalah pada 2004 silam di mana gempa berkekuatan 9,2 skala richter mengguncang Aceh yang kemudian diikuti dengan gelombang tsunami.

Sebenarnya pada pertengahan tahun 1990an seorang peneliti bernama Ron Harris dari Brigham Young University menemukan bahwa Indonesia berpotensi mengalami gempa yang bisa mencapai kekuatan lebih dari 8 skala richter dan mengirimkan hasil penelitian ini pada pemerintah kala itu. Namun tidak ada persiapan sama sekali yang dilakukan oleh pemerintah.

Dari penelitiannya ini diperkirakan bahwa bencana gempa adalah siklus yang kerap terjadi dalam rentang waktu tertentu. Ulasan selengkapnya bisa Anda baca lewat tautan berikut.

5. Tabrakan Maut di Pasar Gaplok, Senen, Sejauh Mana PT KAI Bertanggung Jawab?

Tabrakan yang melibatkan kereta api dan sebuah mini bus di Senen. Tribunnews.com
Tabrakan yang melibatkan kereta api dan sebuah mini bus di Senen. Tribunnews.com
13 Juni 2017 kemarin kecelakaan terjadi di kawasan Senen yang melibatkan kereta api Walahar Express jurusan Jakarta-Purwakarta dengan sebuah mobil. Kecelakaan ini dipicu karena mobil berusaha menerobos meski palang pintu kereta telah tertutup.

Memang jika dilihat sekilas kesalahan berada di pihak pengemudi mobil, namun PT KAI pun sebenarnya juga tidak bisa dibenarkan. Penulis menceritakan kondisi nyata di sekitar lokasi kejadian. Menurutnya titik pemberhentian kereta api memang tidak berada di letak yang ideal karena gerbong terakhir kereta malah menghalangi jalan dan malah bisa berimbas pada akumulasi antrean kendaraan yang berlebihan.

Penulis pernah mencoba melakukan protes dan memberikan masukan pada PT KAI, namun respon yang diberikan ternyata mengecewakan. Akibatnya kemacetan parah seringkali terjadi karena ketika kereta berhenti, pengguna jalan harus menunggu lebih lama.

Ulasan selengkapnya

(yud)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun