Polemik yang menerpa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam kasus penodaan agama memang telah usai. Berkat video di Kepulauan Seribu itu, Ahok dijatuhi hukuman dua tahun penjara. Melihat keputusan pengadilan ini Ahok berniat mengajukan banding, namun entah mengapa keputusan ini urung dilakukan.
Melihat hukuman ini, masyarakat di dalam maupun luar negri yang pro terhadap Ahok melakukan rangkaian aksi damai bertajuk "Save NKRI" karena melihat adanya potensi perpecahan di Indonesia yang diawali oleh vonis ini.Tak hanya di dunia nyata, netizen pun terbelah pandangannya terkait kasus ini.
Di antara mereka telah menuliskan opininya di Kompasiana dengan sudut pandang serta beragam tema yang diangkat seputar kasus Ahok. Berikut lima artikel Kompasianer yang kami pilih mewakili perjalanan kasus Ahok.
1. Melihat Kesamaan antara Kasus Ahok dan Kasus Dreyfus di Perancis (1894-1906)
![Dreyfus di Pulau Diable (sumber: expressen.se)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/06/09/perancis-593a5f09c4af3568e7091974.jpg?t=o&v=770)
Mereka yang mendukung hasil keputusan pengadilan militer atau kaum Anti-Dreyfussards terdiri atas kaum ultra nasionalis (ekstrem kanan), militer, dan belakangan kaum klerus (Gereja Katolik). Kubu Anti-Dreyfussards mewakili konsep "kepentingan negara" (raison d'etat) di atas kepentingan individu menolak melakukan revisi atas hasil pengadilan militer. Kubu Dreyfussards yang sebagian besar dimotori oleh mereka yang berhaluan politik kiri mewakili konsep hak-hak asasi individu.
Tahun 1899 akhirnya politikus kiri berhasil menguasai pemerintahan Perancis. Tuduhan terhadap Dreyfus dihapuskan. Kemudian para politikus kiri tadi melucuti pemerintahan Perancis dari unsur nasinalisme ekstrem dan Gereja. Baru pada 1905 disahkan pemisah antara Gereja dan Negara yang berlaku hingga saat ini.
Kasus tadi menurut Joko mirip dengan apa yang menimpa Ahok. Menurut Joko, sidang ahok dan kasus yang menyeretnya telah menjadi isu nasional ditambah ikutnya Rizieq Shihab dalam kampanye menolak Ahok dan memenjarakannya dengan menggelar demonstrasi hingga tingkat nasional.
Joko menambahkan bahwa paling tidak, ada dua efek judisial akibat kasus Ahok.Pertama warga negara harus siap menghadapi tuntutan hukum bila ia menyatakan tafsir ayat suci yang bukan agamanya. Dua pengadilan berhak memutuskan kebenaran atas satu tafsir kitab suci.
2. Vonis Kuda Hitam dan Balak Enam
![Ilustrasi. picssr.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/06/09/catur-593a5ecb96eac72af73eff02.jpg?t=o&v=770)
Kompasianer Ryo Kusumo pun mempertanyakan keterangan foto tersebut karena seakan-akan Ahok tahu bahwa ia akan akan masuk penjara atau diberhentikan dari jabatannya. Menurutnya, label tersangka atas kasus penistaan agama ini sarat muatan politis yang telah diperhitungkan sedemikian rupa serta menyangkut banyak kepentingan yang lebih besar.
Kepentingan tersebut di antaranya adalah kepentingan kerja, karena jika Ahok bebas akan ada gelombang demonstrasi mengatas namakan keadilan lalu posisi Presiden akan terancam karena dianggap anti agama tertentu dan isu pelengseran Presiden akan kembali menyeruak.
Dengan vonis ini, Presiden Jokowi bisa leluasa bekerja dan tidak memikirkan kasus penistaan agama yang menjerat Ahok lagi. Jokowi bisa fokus menyelesaikan malah-masalah negri yang sampai saat ini masih menjadi perhatian pemerintah. Namun Ryo menilai kasus ini akan mengangkat suara silent majority yang menurutnya berasal dari kaum nasionalis melihat kondisi Indonesia yang seakan terbelah menjadi dua kubu berkat perbedaan agama.
3. Salah Kaprah Soal Aksi Solidaritas
![Sumber: Internasional - KOMPAS.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/06/09/internasional-593a5e88a013e41fed1d1944.jpg?t=o&v=770)
Kompasianer Syahirul Alim menganggap aksi solidaritas dengan menonjolkan penyelamatan NKRI adalah kesalahan karena sistem pemerintah, hukum, dan bisnis berjalan seperti biasa. Artinya tidak ada pengaruh antara sidang Ahok dan dampaknya pada negara.
"Aksi solidaritas seharusnya dipersepsikan sebagai dukungan kepada Ahok agar di masa-masa yang akan datang tidak lagi terjadi lagi sebuah "bencana kata-kata" yang kemudian dapat digiring menjadi suatu unsur dalam penistaan agama," katanya.
4. Dukungan untuk Ahok atau Sebentuk Intervensi dengan Bahasa Lain?
![Sumber: Tribun Lampung - Tribunnews.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/06/09/aksi-bakar-1000-lilin-untuk-ahok-20170510-225939-593a5df8e3f7bc0db66a38c3.jpg?t=o&v=770)
Ada beberapa cara untuk menyikapi vonis Ahok, Pertama adalah taati prosedur hukum. Pandangan negativ terhadap hukum yang berat sebelah harus dihilangkan. Kedua, memberi dukungan moril tidak usah berlebihan, karena dukungan masif kepada Ahok bisa disalah artikan menjadi intervensi.
Susy juga menanggapi aksi demo yang terus dilakukan. Ia menganggap aksi tersebut tak ada gunanya jika dilakukan untuk mendukung atau membebaskan Ahok. lebih baik diarahkan untuk kedamaian bangsa, tegaknya hukum, dan menghentikan aksi saling hujat antar pendukung pro dan kontra Ahok. Menurut Susy, pengerahan massa tidak salah selama tidak melakukan intervensi, tapi dari kasus ini ia menilai masih belum ada kedewasaan memaknai perbedaan dari para pendemo.
5. Ahok Menumpukkan Bara di Atas Mereka
![Veronica memperlihatkan tulisan tangan Ahok (Foto: Antara/Wahyu Putro)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/06/09/foto-antara-wahyu-putro-5925542cf59273da705853d1-593a5d16e3f7bc12046e1c92.jpg?t=o&v=770)
Eltuin menilai sikap Ahok sebagai perlawanan dirinya. perlawanan Ahok memang memunculkan persepsi di kalanagan yang kotra Ahok, bahwa ia telah mengakui bahwa dirinya salah. Namun nayatanya persepsi negativ bukan hal baru untuk Ahok, ia telah tahan banting tentang hal ini.
"Ia tahu, kalaupun pada akhirnya bisa bebas atau bahkan hukumannya bertambah dengan jalur banding atau PK, mungkin unjuk rasa akan terjadi lagi. Ia memilih mengorbankan dirinya demi kebaikan bangsa dan negara," kata Eltuin.
Pada akhir tulisannya, Eltuin mengimbau kepada para pendukung Ahok untuk tidak hanya mendukung, tapi juga meneladani kebaikan yang ditunjukan oleh Ahok.
(yud/LUK)