Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Inilah Persepsi yang Harus Diubah Jika Memilih Pekerjaan

6 Juni 2017   18:28 Diperbarui: 6 Juni 2017   18:35 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - orang gila ((KOMPAS.com/SUKOCO)

Selepas berkuliah, impian sebagian besar orang pastilah lanjut bekerja. Setelah itu, kita dihadapkan pada bagaimana seharusnya memilih pekerjaan, serta apa tujuan kita bekerja. Persepsi mengenai memilih pekerjaan inilah yang menjadi salah satu headline pilihan Kompasiana hari ini.

Selain itu, terdapat pula artikel mengenai syarat penggunaan HP yang benar, mengerti bahasa cinta pasangan, hilangnya uang receh di kawasan Gayo, hingga Rangkasbitung yang dipenuhi orang sakit jiwa.

Berikut headline pilihan Kompasiana hari ini.

1. 3 Persepsi yang Harus Diubah tentang Makna "Bekerja"

Ilustrasi. Freepik
Ilustrasi. Freepik
Peluang untuk mendapatkan pekerjaan selepas lulus kuliah memang semakin tipis di negeri ini. Banyaknya job seeker dibanding job creator semakin memperburuk keadaan. Banyak orang-orang yang berlomba melamar di perusahaan A yang bergengsi, namun peluangnya hanya 1 banding ribuan.

Melihat hal ini, Kompasianer Afiqie Fadhihansah memiliki persepsi sendiri mengenai persepsi serta miskonsepsi yang berkembang di masyarakat terkait makna "bekerja". Persepsi pertama adalah bekerja di perusahaan kelas A untuk menaikkan status sosial.

Persepsi untuk "mengubah keadaan menjadi lebih baik" ini tidak sepenuhnya salah, asal paham mengenai visi dan tujuan berada di lingkungan tersebut. Jangan bekerja hanya untuk memenuhi tuntutan orang lain.

Kemudian persepsi kedua adalah bekerja hanya istilah untuk mereka yang bergaji tetap, dan yang ketiga adalah bekerja hanya untuk cari uang. Penjelasan selengkapnya bisa dibaca di sini.

2. Awas, Kanker Telinga Gara-gara Handphone!

Peneliti Media dan Teknologi , FOTO: thetechjournal.com
Peneliti Media dan Teknologi , FOTO: thetechjournal.com
Penggunaan HP di zaman sekarang memang sudah tidak bisa dihindarkan lagi. Namun, banyak orang yang mengabaikan penggunaannya. Sebagai media komunikasi, menurut Kompasianer Gordi penggunaan HP mesti tidak melampaui bentuknya sebagai media.

Ada beberapa hal dan syarat yang harus diperhatikan agar pengguna nyaman memakai HP. Penggunaan hp terlalu lama bisa merusak kualitas pendengaran di telinga.

Contoh nyata adalah apa yang terjadi pada Roberto Romeo (57 tahun) di kota Ivrea, Provinsi Piemonte, kota Torino, Italia Utara. Karena aktivitas pekerjaan tinggi, ia sering menggunakan HP sampai berbicara selama 4 jam sehari. Apa yang terjadi dengan Romeo? Baca ulasan selengkapnya di sini.

3. Rangkasbitung, Kota Buangan Orang Sakit Jiwa

Ilustrasi - orang gila ((KOMPAS.com/SUKOCO)
Ilustrasi - orang gila ((KOMPAS.com/SUKOCO)
Kompasianer Art melaporkan bahwa orang sakit jiwa di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten belakangan ini cukup meresahkan. Kemudian mulai timbul pertanyaan apakah pemerintah setempat tidak menaruh perhatian khusus akan hal ini?

Usut punya usut ternyata penyebabnya adalah orang yang sakit jiwa itu dibujuk dan dibawa ke Rangkasbitung dari Jakarta dengan menggunakan kereta ekonomi sejak dulu. Kemudian mereka ditinggalkan begitu saja di sini.

Dengan keterbatasan fasilitas kesehatan dan tempat penampungan yang dimiliki oleh pemerintah Rangkasbitung, ini membuat tidak bisa mengakomodasi hal ini sendiri. Baca artikel ini selengkapnya di sini.

4. Apa Bahasa Cinta Pasangan Anda?

Sumber gambar: http://shahrematlab.com
Sumber gambar: http://shahrematlab.com
Membangun bahtera rumah tangga memang tidaklah mudah. Tak jarang berisi berbagai masalah dan cobaan seiring waktu berjalan. Kompasianer Cahyadi Takariawan memberi contoh kisah sepasang suami istri yang suatu ketika terbelit suatu masalah karena sang istri merasa "tidak dicintai" oleh suaminya lagi. Mereka menjadi "saling menyalahkan" antara satu sama lain.

Menurut Cahyadi, persoalan yang mereka hadapi pada dasarnya adalah pemahaman tipe bahasa cinta. Walaupun mereka saling mencintai dan sudah merusaha mengekspresikan cinta pada pasangan dengan tulus, sayangnya cara mengekspresikan cinta tersebut tidak sesuai dengan tipe bahasa cinta sang pasangan. Sehingga berdampak merasa kurang dicintai.

Kemudian terdapat lima bahasa cinta yang harus diketahui jika ingin selalu rukun dan langgeng dengan pasangan. Lima bahasa cinta tersebut dapat dibaca di sini.

5. Meski Miskin, "Sorry Kalau Uang Receh"

Sumber: http://www.ociym.net (05/07/2017)
Sumber: http://www.ociym.net (05/07/2017)
Terkait dengan berita di kompas.com mengenai uang logam Rp100 dan Rp200 yang sudah tidak bisa dipakai lagi di Baubau, Kompasianer Gayoku menceritakan kisah serupa yang terjadi di daerahnya, Gayo Lues.

Tidak hanya pecahan Rp100 dan Rp200, rupanya semua jenis uang logam yang masih diperbolehkan peredarannya di Indonesia, sudah diharamkan di sini. Menurut Gayoku, tanda-tanda "hilangnya" uang logam sudah terlihat dair tahun 2009. Walaupun laku, tapi tidak terlalu "dihiraukan" dalam proses jual beli.

Anehnya, uang logam Rp500 dan Rp1000 juga ikut hilang dari peredaran. Semua barang yang memiliki uang kembalian Rp1000 sudah dikembalikan berupa permen karena tidak terdapat lagi uang logam ataupun kertas pecahan Rp1000.  Baca kisah selengkapnya di sini.

(FIA/yud)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun