Sampai saat ini belum ada penelitian yang dilakukan Indonesia untuk mengetahui manfaat ganja dan ada satu perjanjian internasional dalam Konvensi Tunggal PBB tahun 1961 yang melarang pemanfaatan tanaman ganja untuk pengobatan. Namun ada beberapa negara yang melanggar perjanjian itu.
Menurut Kompasianer bernama Cipta Budi, negara semisal Uruguay secara sah melegalkan ganja. Pelegalan tersebut membuat negara ini mampu memegang kontrol peredaran ganja karena tadinya dipegang oleh bandar narkoba, kini langsung dikontrol pemerintah. Keuntungan dari pembuatan obat dan pajaknya bisa langsung diperuntukan membangun negara.
Perdebatan mengenai manfaat dan bahaya ganja sepertinya sulit menemukan titik temu. Padahal setiap manusia memiliki respon tersendiri terhadap zat kimia termasuk ganja sehingga bahayanya akan berbeda-beda bagi setiap orang. Kompasianer bernama Alzian Virgiawan menangkap fenomena ini dalam ilmu pengetahuan modern bernama farmakogenetik.
Pada ilmu farmakogenetik, ganja bisa jadi tanaman menarik karena belum ada manusia yang mengalami reaksi fatal saat mengkonsumsinya. Karena menurut Alzian, ada dua macam efek ganja bagi si pemakai. Ada yang cocok dan tidak, biasanya mereka yang tidak cocok akan mengalami mual, muntah, dan pusing.
Ganja memang dapat di tanam di tanah Indonesia, itu adalah keuntungan tersendiri bagi kita. Namun negara terlebih dulu melakuakn kajian-kajian mendalam, membuat peraturan ketat, hingga penyuluhan bagi masyarakat jika nantinya ganja diperbolehkan untuk keperluan medis dengan penyakit tertentu dan dosis yang jelas agar kasus dilematis seperti penangkapan Fidelis Ari tidak terulang kembali.
(LUK)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H