Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ternyata Masalah Perjudian hingga Pelacuran di Indonesia Telah Tercatat dalam Prastasi Kuno

23 Maret 2017   18:10 Diperbarui: 23 Maret 2017   18:14 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjudian, pelacuran hingga masalah pajak ternyata menjadi hal-hal yang sangat sering disebut dalam sebuah prasasti kuno. Artinya, masalah-masalah ini telah ada sejak lama bahkan sejak ratusan tahun masehi.

Selain itu, ada pula artikel tentang alasan mengapa orang-orang di India masih gemar membaca koran. Seluruh artikel ini bisa Anda baca dalam headline pilihan hari ini.

1. Masalah Perjudian, Pelacuran, Wayang, Hingga Pajak Sering Disebut oleh Prasasti Kuno

Ilustrasi prasasti. Wikimedia
Ilustrasi prasasti. Wikimedia
Hasil pembacaan prasasti ternyata banyak mengungkapkan bagaimana kehidupan masyarakat Indonesia kuno. Masalah perjudian, pelacuran dan pajak juga menjadi hal-hal yang paling sering disebutkan dalam sebuah prasasti.

Sumber tertua yang menyebutkan kedua hal itu adalah Prasasti Kuti (840 M). Dikatakan bahwa salah satu “petugas penting” milik kerajaan adalah adalah juru jalir (germo atau mucikari). Dia setingkat dengan tuha judi atau juru judi (pengawas perjudian).  

Kemudian masalah pajak. Dewasa ini, masalah yang sedang hangat dibicarakan adalah pajak. Sejak dulu, ternyata penyelewengan pajak sering dilakukan aparat pemerintahan. Informasi yang agak panjang bisa diperoleh dari Prasasti Luitan (901 M). Konon setiap tampah (ukuran tanah waktu itu) tanah penduduk akan dikenai pajak 6 dharana.

Selengkapnya 

2. Pernikahan Berkonsep Garden Party di Taman, Mengapa Tidak?

Ilustrasi garden party. Sclupture Center
Ilustrasi garden party. Sclupture Center
Di negara-negara luar konsep garden party bukanlah hal yang aneh maupun unik. Namun di Indonesia masih sangat sedikit orang yang mau menggunakan konsep seperti ini dalam pesta pernikahan yang mereka buat.

Beberapa waktu lalu, penulis artikel ini menghadiri sebuah resepsi dengan konsep garden paarty. Hiasan sangkar burung tampak bergelantungan di dahan pohon kamboja ternyata mempercantik dan membuat resepsi ini semakin khidmat.

Untuk membuat pesta berkonsep garden party ini ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Seperti faktor harga, akses lokasi, area parkir dan pemandangan alami hingga faktor cuaca merupakan beberapa aspek yang mempengaruhi keputusan pelanggan.

Jika membaca ulasan ini, sepertinya konsep garden party tidak kalah cocok untuk digunakan di Indonesia.

Selengkapnya

3. Gugurnya Salah Satu Kartini Kendeng

Dokumentasi Kompasianer Trie Yas
Dokumentasi Kompasianer Trie Yas
Yu Patmi, Kartini Kendeng yang meninggal (21/3/2017) lalu adalah satu dari puluhan petani kendeng serta aktivis lingkungan menuntut Presiden mencabut izin baru yang dikeluarkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo untuk PT Semen Indonesia.

Perjuangan Petani Kendeng sudah dimulai sejak tahun 2006 ketika PT Semen Gresik merencanakan pembangunan pabrik semen di Pati. Sebagian masyarakat luas baru akhir-akhir ini mengetahuinya baru. Ketika aksi protes di istana gencar disorot media nasional. Padahal perjuangan mereka sangat berliku dan diwarnai aksi kekerasan provokasi hingga kriminalisasi.

Kasus penolakan petani Kendeng ini hanya satu dari ratusan konflik agraria di Indonesia yang tak kunjung diselesaikan pemerintah. Tiap tahunnya bentrok warga dengan pengembang terus bertambah. Lagi-lagi sebagia besar warga menjadi korban, dari korban  kriminalisasi, mengalami kekerasan dan penganiayan bahkan sampai meninggal.

Selengkapnya 

4. Dampak Korupsi e-KTP: Kita 'Dipaksa' Menanggung

Ilusrasi. IDNews
Ilusrasi. IDNews
Korupsi di Indonesia bukan lagi menjadi hal yang aneh. Bahkan bisa dikatakan sudah mendarah daging di bangsa ini. Lantas siapa yang menanggung kerugian atas tindakan korupsi ini? Kita semua yang akan menanggung, bahkan bisa jadi keturunan kita kelak juga akan menanggungnya.

Dalam kasus megakorupsi E-KTP, secara materi uang, negara telah dirugikan Rp2,55 triliun. Rp250 miliar telah dikembalikan ke KPK, Rp220 miliar telah dikembalikan korporasi dan Rp30 miliar dikembalikan oleh individu yang sebagian merupakan wakil rakyat dengan jabatan anggota DPR. Nilai Rp2,55 triliun adalah kerugian Keuangan Negara.

Terbayang seberapa kerugian negara ini hanya karena satu kasus. Bayangkan jika kasus kasus lainnya diungkap.

Selengkapnya

5. Kenapa Orang India Masih Suka Membaca Koran?

Ilustrasi. Pinkjooz
Ilustrasi. Pinkjooz
Berbeda dengan Indonesia di mana media online seringkali menjadi rujukan utama masyarakat mendapatkan informasi terkini. Namun di India, media cetak masih menjadi raja di sana. Mengapa bisa di tengah pesatnya perkembangan digital, media cetak masih bisa memimpin?

Ternyata di India ada beberapa faktor yang melatarbelakangi. Pertama adalah harga, di sana harga koran sangatlah murah. Bahkan jika dirupiahkan maka hanya seharga sekitar Rp 1.000,-

Kedua, adalah budaya baca yang tinggi. Rata-rata orang India menghabiskan 10,2 jam sepekan untuk membaca. Berbeda dengan Indonesia yang menonton televisi selama 20 jam.

Ketiga, ternyata penetrasi internet di sana belum maksimal. Penulis artikel ini menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke sana, ia membandingkan perbedaan koneksi internet di setiap daerah dan hal ini masih sangat jauh dari kata maksimal.

Selengkapnya

(yud)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun