Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Indonesia Rajai Kompetisi Mobil Irit se-Asia, Lalu Apa Selanjutnya?

19 Maret 2017   12:32 Diperbarui: 20 Juli 2017   22:11 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oke, masyarakat wajib berpartisipasi. Tapi pertanyaan kedua kemudian muncul “Kapan teknologi yang membawa Indonesia berjaya di ajang se-Asia ini bisa diimplementasikan dalam penggunaan sehari-hari?”

Sepertinya tidak dalam waktu 2 atau 3 tahun ke depan. Karena sebagai penyelenggara, pihak Shell pun tidak memberikan jaminan bahwa dalam waktu dekat teknologi ini akan segera bisa digunakan.

 

Norman Koch. Dokumentasi Kompasiana
Norman Koch. Dokumentasi Kompasiana
Adalah Norman Koch yang mengatakan demikian. Ia adalah General Manager Shell Eco Global yang sempat ditemui tim Kompasiana beberapa waktu lalu. Kompasiana menanyakan pertanyaan serupa dan menurut Koch, pengimplementasian teknologi ini tidak bisa diperkirakan. Bahkan ide teknologi Idling Stop System yang saat ini banyak digunakan oleh industri otomotif pertama kali muncul dalam kompetisi serupa yang diselenggarakan pada tahun 90an. Artinya butuh waktu bahkan lebih dari 10 tahun untuk merealisasikan teknologi semacam ini.

“Kami sendiri tidak bisa memperkirakan dan memberi jaminan kapan teknologi hasil dari kompetisi ini bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan teknologi yang banyak digunakan oleh industri otomotif saat ini awalnya ditemukan sekitar tahun 80 hingga 90an. Mungkin membutuhkan waktu sekitar 10 tahun atau lebih untuk pengimplementasian,” ujar Koch pada Kompasiana. 

Sayangnya, Shell pun tidak berminat untuk memproduksi teknologi hasil implementasi ini menjadi sebuah produk yang bisa digunakan. Bahkan Koch pun melanjutkan bahwa mereka sama sekali belum memikirkan soal pengimplementasian ini. Menurutnya, dalam kompetisi ini Shell hanya ingin menjadi trigger untuk merangsang mahasiswa mengeluarkan ide-ide dan kreativitasnya demi mengubah dunia menjadi ke arah yang lebih baik. 

Setelah pengumuman juara dilaksanakan, Kompasiana pun mengajak beberapa anggota tim dari beberapa tim yang menjadi juara untuk berbincang sejenak. Dan beberapa dari mereka berniat untuk mengajukan teknologi ini sebagai proposal pada beberapa pabrikan otomotif untuk mendanai dan mengembangkan penelitian ini. Bahkan ada pula dosen pembimbing yang mengatakan bahwa hasil dari project ini kemudian akan coba dijual pada pihak swasta atau indsutri otomotif yang mungkin membutuhkan. Tentu saja mereka “menjual” ide dari proyek ini bukan berarti “membuang” tapi untuk terus dikembangkan dalam beberapa waktu ke depan agar teknologi ini bisa memberi manfaat pada masyarakat. 

Bahkan beberapa anggota tim yang terlibat menyatakan keinginannya untuk terus berkecimpung baik di industri otomotif maupun sumber daya energi. Sayangnya, Shell tidak memberikan jaminan tertentu bagi para juara dari kompetisi ini. 

“Kami ingin mereka berkompetisi. Bahkan jika ingin bekerja di Shell pun mereka harus tetap berkompetisi. Tapi tentu saja dengan menjadi juara di gelaran ini akan memberikan nilai tambah bagi presentasi diri mereka masing-masing dan itu akan menjadi pertimbangan,” kata Darwin Silalahi, Country Chairman Shell Indonesia di sela-sela acara ini saat ditemui tim Kompasiana.

Meski demikian, para juara inilah yang harus segera dilirik oleh pemerintah. Ini adalah modal awal dan potensi besar bagi Indonesia untuk ikut serta membawa dunia menjadi lebih baik. Perlu diingat, energi fosil semakin lama semakin menipis, dan Indonesia dengan jumlah penduduk yang sangat besar serta jumlah kepemilikan kendaraan yang tinggi tentu akan memberi pengaruh yang signifikan jika kita bisa bertransisi dengan menggunakan energi alternatif.

(yud)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun