Singapura – Gelaran tahunan Shell Eco-marathon dianggap bisa menjadi sebuah batu loncatan yang menjanjikan untuk mahasiswa Indonesia dan bisa dijadikan ajang unjuk gigi untuk membuktikan bahwa Indonesia juga memiliki mahasiswa yang mandiri dan kompeten di mata internasional.
Hal ini dikemukakan Darwin Silalahi, Country Chairman Shell Indonesia saat ditemui di sela-sela gelaran Shell Eco-marathon 2017 di Singapura. Menurutnya, Indonesia memiliki kemungkinan yang sangat besar dalam bidang teknologi masa depan ini. Bahkan potensi ini seharusnya bisa dikembangkan sejak dini.
“Kompetisi inovasi ini berasal dari diri pribadi dan ada kemungkinan ide-ide inovatif yang muncul dari ajang ini bisa dijadikan ide komersil yang kemudian dikembangkan banyak pihak,” ujar Darwin.
Ia menambahkan, mahasiswa harus memperlihatkan daya juangnya dan mampu berdiri sendiri serta tidak bergantung pada swasta ataupun pemerintah.
"Kami beberapa perusahaan dan kantor pemerintahan sudah menggunakan solar cell untuk melakukan aktivitas," katanya dalam sambutannya saat membuka SEM Asia 2017
Kompetisi Shell Eco-marathon ini memang dicanangkan agar demi menghadirkan lingkungan yang seimbang. Sebagaimana kita tahu bahwa jumlah bahan bakar fosil kian merosot, karena itulah dibutuhkan energi alternatif sebagai pengganti atau setidaknya ada sebuah teknologi yang membuat bahan bakar menjadi lebih efisien demi menekan jumlah penggunaan bahan bakar fosil.
Jika kita melihat data, sektor transportasi mengonsumsi sebanyak 28 persen energi di dunia. Angka yang sangat fantastis jika dibandingkan dengan sector lain. Bahan bakar pun menjadi unsur yang paling banyak dicari dan pengembangan bahan bakar berkarbon rendah kemudian menjadi sangat penting dewasa ini.
Badan Energi Dunia (IEA) mencatatkan pada 2040 jumlah kendaraan akan mencapai angka 2 miliar dan permasalahan utama yang terjadi adalah, 90 persen dari kendaraan yang ada di jalanan masih menggunakan bahan bakar cari yang sumber utamanya adalah dari fossil. Inilah kondisi nyata yang memicu sebuah keharusan akan hadirnya bahan bakar alternatif.
“Apa yang Indonesia butuhkan adalah mereka yang bangun pagi dan bersemangat juga terus menerus melakukan inovasi. Bukan yang sedikit-sedikit minta di dukung, tapi dukungan itu timbul dulu dari diri sendiri,” ujar Darwin Silalahi.
Shell Eco-marathon ini digelar 17-19 Maret 2017 di Singapura dengan diikuti 20 negara dari Asia-Pasifik yang terbagi menjadi 124 tim. Pemenang di Shell Eco-marathon ini akan terbang ke Inggris untuk berkompetisi di ajang Driver World Challenge, sebagai predikat tertinggi ajang Shell Eco-marathon.
Dalam gelaran ini, setiap universitas hanya diperkenankan mengirimkan dua tim dan Indonesia menjadi negara dengan angka partisipasi tim terbanyak yakni 26 tim. Sejak awal, seleksi untuk mengikuti kompetisi ini sangat ketat. Pada awalnya, ada sebanyak 36 tim yang berhak mengikuti kompetisi ini dari Indonesia. Namun karena memperhitungkan faktor kesiapan, maka hanya 26 tim yang layak berangkat.
Pada awal kompetisi, setiap tim diwajibkan untuk melewati technical inspection. Ini adalah rintangan pertama yang harus dilalui setiap tim di mana mereka harus memenuhi seluruh persyaratan yang dibuat. Dalam inspeksi ini, setiap tim akan diuji kelayakannya masing-masing mulai dari keamanan, sistem bahan bakar, aerodinamis, dll.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H