Dakwaan yang dibacakan oleh Penuntut Umum KPK hari ini berhasil menunjukkan gambaran besar penyalahgunaan dalam proyek E-KTP.
Nama-nama yang turut disebutkan semakin memperkuat kesan bahwa kasus ini tidak mungkin melibatkan satu-dua orang saja. Patut diduga bahwa korupsi dalam kasus ini dilakukan secara sistemik dan masif.
Oleh karena itu, KPK tidak boleh berhenti hanya pada Irman dan Sugiharto (terdakwa pada kasus E-KTP hingga saat ini).
KPK harus mengusut tuntas kasus ini dengan menjerat semua aktor dan jaringan yang terlibat hingga membongkar modus yang dilakukan dalam mega korupsi ini setuntas-tuntasnya.
Pengembalian kerugian negara sama sekali tidak menghilangkan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana dari aktor yang terlibat. Tindakan beberapa pihak mengembalikan uang kepada KPK tidak dapat dijadikan sebagai obat penghilang kesalahan dan penghalang bagi KPK dalam mengusut tuntas kasus ini.
KPK tetap harus membongkar kasus ini dan menjerat semua pihak yang terlibat setuntas-tuntasnya ada atau tanpa tindakan pengembalian kerugian negara.
Pengungkapan kasus ini sangat bergantung salah satunya pada keberadaan saksi. Untuk itu, mekanisme proteksi terhadap saksi-saksi kunci, whistleblower, maupun justice collaborator dalam kasus ini harus dilakukan secara optimal.
Dengan demikian, kerjasama KPK dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menjadi penting.
Dengan karakteristik kasus yang demikian besar, potensi pelemahan terhadap KPK juga akan terbuka lebar. Seperti saat ini, dimana sulit untuk tidak mengaitkan sosialisasi revisi RUU KPK dengan proses pengungkapan kasus E-KTP ini.
Upaya untuk merevisi UU KPK tidak akan menjadi kenyataan apabila tidak disepakati oleh Presiden dan DPR. Oleh karena itu, sepanjang Presiden tidak memberi persetujuan untuk melakukan pembahasan, UU KPK tidak akan direvisi.
Fokus harus tetap dipusatkan pada pengungkapan kasus E-KTP yang dapat diduga sebagai mega korupsi yang terstruktur dan masif.