Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

7 Destinasi Wisata & Kuliner Terpopuler di Bulan Februari!

2 Maret 2017   10:49 Diperbarui: 3 Maret 2017   02:01 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana panas Pilkada DKI Jakarta bulan Februari ini ternyata tidak menyurutkan minat Kompasianer untuk menulis artikel wisata yang sarat dengan manfaat sebagai tempat rekomendasi dan sangat menarik untuk dikunjungi.

Pastinya sangat menarik mengetahui artikel siapa saja yang menjadi artikel wisata terfavorit pada bulan Februari 2017 ini. Berikut ini adalah 7 artikel wisata terpopuler Februari 2017 ini.

7. Numpang Ngopi di Penitipan Istri

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Memesan kopi dengan nama unik di tempat yang super nyaman, Kompasianer Lena Astari sangat menyukai kafe dengan nama KOPIMANA27: Warung Kopi Penitipan Istri ini. Menu-menunya pun dinamakan selayaknya kehidupan berumah tangga, seperti yang dipesan oleh Lena yakni Kopi Buatan Istri dan Donat Mamak.

Kopi susu dingin yang enak banget itu ditempatkan di sebuah botol yang lucu. Donatnya juga seperti yang dijual abang-abang keliling zaman dulu. Kemudian, pesanan pasta Lena yang bernama Pasta Besok Pulang juga tak kalah enak dengan pesanan sebelumnya.

Secara garis besar, menurut Lena kafe ini enak dan fasilitasnya cukup lengkap. Terdapat banyak colokan dan koneksi wifi cepat yang dibutuhkan anak-anak kekinian. Selain itu, harga yang tertera di menu ternyata sudah  tidak ditambah dengan pajak atau biaya service lagi, pure harganya memang segitu.

Selengkapnya

6. Makanan Jalanan atau Makanan Restoran, Pilih Mana?

Street Food Indonesia. The Telegraph
Street Food Indonesia. The Telegraph
Kompasianer Sutiono Gunadi, makanan jalanan dan makanan restoran memiliki ciri khas dan pangsa pasarnya sendiri-sendiri. Makanan jalan (street food) tersebar dimana-mana, baik itu di daerah seluruh Indonesia atau sampai seluruh dunia. Menurutnya, street food dibangun oleh pengusaha kecil. Mereka menjual makanannya di tempat kecil dan terbatas, di depan toko yang tutup, atau pinggir jalan. Atau bagi yang bermodal besar, bisa saja mereka menyewa sebuah kios atau ruko.

Dari segi rasapun, street food tidak kalah enaknya dengan makanan restoran. Apabila dapat dioperasikan dengan baik, street food akan mampu naik level ke arah restoran, seperti Bebek Kaleyo dan Steak Abuba.

Untuk makanan restoran, Sutiono berpendapat bahwa pemilihan lokasi menentukan tingkat keberhasilan restoran. Selain itu, mereka harus pintar-pintar mencari hal yang unik dan beda dari restoran lainnya. Desain interior pun tidak kalah penting, seperti desain cafe kekinian.

Bagaimanapun, baik itu street food atau makanan restoran, keduanya tidak kalah enak dan mempunyai kelebihan serta kekurangan masing-masing. Pilihan hanya ada pada kita sendiri yakni sedang berselera ingin makan makanan seperti apa.

Selengkapnya

5. Menjelajah Jejak Pangeran Diponegoro di Puncak Kleco

Puncak Kleco. Foto: Umi Azzurasantika
Puncak Kleco. Foto: Umi Azzurasantika
Ketika perang Sabil bermula dari Tegalrejo, Selarong, sampai ke barat arah Kulon Progo, markas Pangeran Diponegoro tidak hanya berada di satu tempat. Salah satu markasnya adalah Goa Sriti. Di tempat ini Pangeran Diponegoro oleh pengikutnya diangkat sebagai raja dengan gelar Sultan Herucakra Senopati Hing Ngalogo Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah.

Menurut Umi Azzurasantika, jalanan Dekso, Kalibawang, kemudian Samigaluh akan banyak ditemukan jejak-jejak sejarah Pangeran Diponegoro. Umi selanjutnya mengisahkan tentang perjalanannya menjelajahi Puncak Kleco di Duwet, Purwoharjo, Samigaluh. Puncak Kleco yang awalnya merupakan perbukitan dengan pohon-pohon, kini telah menjadi wisata alam sekaligus tempat mengenang Pangeran Diponegoro.

Pemandangan dari Puncak Kleco juga sangat tidak kalah cantiknya. Menurut Umi, sekali pergi ke Kulon Progo, tidak hanya satu tempat wisata yang bisa dikunjungi. Masih banyak destinasi wisata lain yang bisa dinikmati.

Selengkapnya

4. Sungguh, Buntil Itu Sangat Nikmat!

Buntil, kuliner nikmat dari resep tradisional yang kini semakin jarang dijumpai (dok. pribadi)
Buntil, kuliner nikmat dari resep tradisional yang kini semakin jarang dijumpai (dok. pribadi)
Buntil merupakan makanan yang diawali dari masyarakat desa, terutama masyarakat asal Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Barat. Buntil dijual dan disajikan bersama kuah yang lezat cita rasanya.

Berdasarkan pengalamannya, menurut Kompasianer Hendra Wardhana, kebiasaan menikmati buntil tak terlepas dari bahan pembuatannya yang "khas" desa. Buntil merupakan sayur olahan yang bisa dibuat dari daun singkong, pepaya, atau keladi.

Selain menceritakan proses pembuatan buntil, Hendra menuturkan juga kapan waktunya buntil benar-benar sedap untuk disantap, yakni dengan nasi putih hangat tanpa perlu disertai lauk lain. Tekstur sayur buntil yang sangat lembut di lidah bahkan bisa membuat orang yang tadinya tidak gemar menyantap sayur, perlahan bisa menikmati sayuran.

Selengkapnya

3. Telaga Biru Cisoka, Wisata Cantik di Tangerang

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Kompasianer helen_s.maria menceritakan proses perjalanannya menuju Telaga Biru Cisoka. Akses menuju tujuan melewati perkampungan dan banyak jalan yang hanya bisa dilewati satu mobil. Menurut Helen, untuk akses menuju tujuan, sebaiknya menggunakan kendaraan pribadi karena tidak terdapat angkutan umum.

Terdapat tiga telaga di lokasi ini. Selain itu, Telaga Biru ini ternyata tidak semuanya berwarna biru, melainkan ada pula yang berwarna hijau. Dua telaga yang berdampingan di bagian depan dibatasi oleh sebuah jalan.

Telaga ini terbentuk sebagai akibat dari penambangan atau pengerukan pasir. Semakin dalam semakin banyak mata air yang terdapat di dalamnya, kemudian air semakin banyak dan menggenangi kolam hasil pengerukan ini sehingga tidak bisa lagi dilakukan pengerukan. Menurut Helen, kondisi telaga sekarang lebih baik dibandingkan dengan dulu saat masih dijadikan sebagai tempat pengerukan. Selain itu, karena kadar asam yang tinggi, air di telaga ini tidak bisa diminum. Di sini juga tidak boleh berenang karena kedalamannya sekitar 50 meter.

Selengkapnya

2. Cerita Historis nan Romantis di Balik Lipatan Siomai

Siomai di Monterey Park California. (dokmentasi pribadi)
Siomai di Monterey Park California. (dokmentasi pribadi)
Menghadiri perayaan Imlek masyarakat diaspora Indonesia di Monterey Park California, Kompasianer Anthony Tjio mengisahkan suguhan hidangan Siomai Bandung Komplit yang tersedia di sana. Ini membuatnya teringat akan sejarah dari siomai itu sendiri.

Makanan kecil khas Tionghoa ini selalu tersedia dalam pilihan dimsum restoran. Asal mula siomai ini merupakan makanan muslim. Semula berisi daging kambing yang sampai sekarang umumnya berisikan daging sapi di Tiongkok.

Siomai bahkan memiliki pendahulunya yang disebut shao-mai. Keduanya ini pernah terjadi satu cerita romantis yang diketahui dari sebuah novel berjudul "Naga Plesir Menggoda Cendrawasih". Pangsit shao-mai ini berasal dari Mongolia, masuk bersama pasukan Kubhai Khan di Datong dan dijadikan makanan sehari-hari pada abad 13.

Selengkapnya 

1. Pulau Carey, Kampung Mistis Suku Mah Meri

Dua perempuan Mah Meri berjalan menuju Rumah Moyang (dok. koleksi pribadi)
Dua perempuan Mah Meri berjalan menuju Rumah Moyang (dok. koleksi pribadi)
Kisah perjalanan Olive Bendon mengunjungi Pulau Carey tidak kalah seru dan unik dibandingkan pulau-pulau lainnya. Pulau Carey berada di wilayah Kuala Langat, sebelah utara Kota Banting, di sisi selatan Port Klang, dan dipisahkan oleh Sungai Langat dengan daratan Selangor.

Mah Meri merupakan suku terbesar dan tertua dari 18 suku asli di Malaysia. Dalam keseharian, orang-orang asli Mah Meri bercakap dengan bahasa asli Mah Meri. Tetapi bila berhadapan dengan pendatang luar Mah Meri, maka mereka berbicara bahasa Melayu.

Suku Mah Meri masih memelihara dan menjalankan ritual dari nenek moyang karena mereka masih mempercayai roh nenek moyang akan melindungi dan memberkati kehidupan mereka. Selain itu, kerajinan tangan yang digeluti oleh Mah Meri adalah memahat dan mengukir. Di samping itu, banyak cerita-cerita mistis yang menyertai awal pembuatan topeng dan patung hingga selesainya pekerjaan mereka. Dalam membuat patung, ternyata mereka dibimbing oleh roh nenek moyang.

Selengkapnya

(FIA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun