Persiapan untuk kedatangan Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud pada 1 Maret 2017 dari Arab Saudi ke Indonesia berlangsung cukup heboh namun sangat menarik untuk diikuti. Selain itu, kunjungan Raja Salman tentu memiliki manfaat untuk Indonesia.
Di samping itu terdapat juga alasan mengenai cara pemerintah Jepang yang memaksakan para pekerjanya (yang gila kerja) untuk pulang tepat waktu. Semua terangkum dalam artikel headline pilihan Kompasiana hari ini.
1. Diplomasi Cantik ala Jokowi dengan Raja Arab Saudi
Menurut Kompasianer Adjat R. Sudradjat, kunjungan Raja Salman ke Indonesia dapat diupayakan untuk melobi penambahan kuota haji. Selain itu, regulasi mengenai permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) juga dapat dibahas, misalnya terdapat pendampingan hukum terhadap TKI yang sedang menghadapi hukuman mati. Hal lain yang merupakan tujuan Raja Salman mengunjungi Indonesia adalah menanamkan investasi yang besar untuk Indonesia.
Terlepas dari itu semua, kunjungan Raja Salman merupakan hal yang dapat diapresiasi bagi pemerintahan Presiden Jokowi. Mungkin hal ini adalah suatu gebrakan Jokowi dalam menjalankan politik luar negerinya, serta menjawab berbagai tudingan berbagai pihak yang mengatakan Jokowi berkiblat ke negeri Cina.
2. Cara Jepang Memaksa Pekerjanya Pulang Tenggo!
Namun, kebiasaan orang Jepang yang terus-menerus bekerja tanpa henti ini mengakibatkan hal yang sekarang sangat terlihat, salah satunya adalah bunuh diri karena terlalu banyak minum obat penguat stamina agar bisa terus bekerja maksimal.
Maka dari itu, berdasarkan dari pengalaman sang suami, Weedy bercerita bahwa untuk menghindari "gila kerja", pemerintah Jepang menerapkan No Overtime Day. Para pekerja dipaksa pulang tepat waktu paling tidak sebulan sekali. Kemudian terdapat juga Premium Friday. Kebijakan ini memaksa para pekerja untuk pulang cepat dan harus keluar kantor pukul 3 sore.
3. Cadbury: Bukan Sekadar Pabrik Cokelat
Setelah mendaftar untuk Main Exhibition Tour, pengunjung dibawa untuk mengenal asal mula tanaman coklat. Kemudian terdapat gambar yang bergerak menampilkan cerita mengenai ide mengolah cokelat serta sejarah berdirinya pabrik tersebut. Lalu peserta tour mulai mengikuti Making Chocolate Story, dimana terdapat video mengenai penanaman coklat di Ghana hingga nantinya dibawa ke UK.
Setelah tour Manufacturing dan Packaging yang hanya boleh dilihat, pengunjung diantar untuk masuk ke dunia Cadabra. Kemudian mereka naik kereta untuk berkeliling ke dunia cokelat. Di sini semua animasi dan permainan warnanya benar-benar indah. Kemudian masih banyak zona tour yang dikunjungi yang bisa dibaca di sini.
4. Perjuangan di Atas Panggung
Rara berprofesi sebagai penyanyi dangdut untuk Orkes Melayu (OM) Latansa. Sudah hampir 4 tahun ia bergabung dengan OM Latansa dan menjalani profesi ini. Profesi yang dijalaninya tidaklah mudah. Seringkali ia dicap sebagai wanita panggilan karena bekerja di malam hari kemudian beristirahat di siang hari. Karena kesibukannya, anaknya yang berusia 3,5 tahun harus terpaksa selalu dititipkan di Tempat Penitipan Anak (TPA) jika ibunya pergi ke luar kota.
Perjuangan Rara tidak sampai di sini. Ia juga harus rela menjadi tulang punggung keluarga karena suaminya yang belum mendapat pekerjaan. Selain itu, perjuangannya kala bernyanyi di atas panggung pun juga penuh resiko. Salah satunya adalah tangan pria-pria nakal yang kerap menyentuhnya ketika ia bernyanyi. Namun pada akhirnya, yang Rara inginkan hanyalah cukup memenuhi kebutuhan hidupnya dengan uang yang halal.
5. Tinggal di Mancanegara: Menuju Titik Lebih Tinggi tentang "Mengerti Perbedaan"
Pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti "mengapa orang Korea tidak pernah bosan makan kimchi setiap hari" atau "mengapa orang Singapura tidak pernah bosan hidup dikelilingi gedung tinggi tanpa nuansa alam", ternyata tidak pernah melintas di benaknya lagi. Semua terjawab dengan satu kata, yakni "pengertian" dan perbedaan itu akan menjadi sebuah pengalaman yang menyenangkan.
Menurut Kartika, sebagai seorang tamu, saat itulah kita seharusnya beradaptasi dan mampu mengerti tuan rumah kita. Jika tidak mampu menghargai sang tamu, kita sendirilah yang harus pindah. Tidak sepantasnya kita mengeluh dan memaksakan untuk mengubah hal-hal yang sudah ada. Terutama di Indonesia, negara kita ini adalah salah satu negara yang dianugerahi dengan banyak keanekaragaman. Secara alami, sudah seharusnya hal ini membuat kita lebih mudah menerima perbedaan.
(FIA)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H