Jakarta - Anastasia Sri Wahyuni Purwanti atau Ibu Pur, begitu ia disapa. Fisiknya tidak lagi muda, usia setengah abad telah dilampauinya. Terlihat dari luar, badannya semakin renta dimakan usia juga penyakit yang diderita. Tapi semangatnya untuk merawat dan mengasihi anak-anak bisa mengalahkan segalanya.
Wanita kelahiran Muntilan, 15 April 58 tahun silam ini telah mendedikasikan hampir seluruh hidupnya untuk anak-anak. Bukan anak yang ia kandung dan lahirkan dari rahimnya, tapi anak-anak orang lain yang tidak mendapat kasih sayang sempurna dari ibu kandung mereka. Dan kemudian, Purwanti lah yang menyempurnakannya.
Purwanti telah menjadi ibu asuh di SOS Children's Village Jakarta sejak ia masih belia. Memang meski masih belia, usia tidak membatas bagi seorang wanita untuk memberi kasih sayang layaknya seorang ibu pada anak-anaknya. Kala itu anak yang diasuhnya berada di rumah Hermann Gmeiner hanya berjumlah empat orang yang merupakan anak-anak pertama Village Cibubur.
Hari demi hari ia lewat bersama anak asuhnya. Bermain selayaknya sahabat, menjaga selayaknya saudara, dan mengasihi selayaknya ibu kandung. Namun pada 2004, kabar menyakitkan menimpa dirinya. Ia diketahui mengidap kanker. Hasil diagnosis menyatakan sel kanker tumbuh di payudaranya.
Buatnya, ini adalah sebuah pukulan telak. Bagaimana tidak, sebuah penyakit berbahaya ternyata tumbuh dalam tubuhnya. Pengobatan rutin pun mau tidak mau harus ia jalani demi menghambat pertumbuhan sel kanker di badannya. Namun, di sela rasa sakit yang ia derita, ia tetap menunaikan tanggungjawabnya sebagai seorang ibu.
Semua tugas tetap ia jalani, mengasuh, menjaga, menyayangi. Tidak peduli seberapa besar rasa sakit yang menyerangnya, ia tetap menjalani hari-harinya dengan segala kemampuan dan keterbatasan. Dukungan anak-anak asuhnya menjadi sumber semangat yang tidak ada batas dan habisnya. Hingga pada 2005 lalu dokter memutuskan untuk melakukan operasi pengangkatan payudara.
Berkat keteguhan hati untuk sembuh dan rasa cinta yang lebih besar dari sakitnya, operasinya dinyatakan berhasil. Ibu Pur pun tidak ingin berpisah dari anak-anaknya, saat pemulihan pun ia terus berusaha menjadi ibu yang baik dengan tetap merawat anak asuhnya.
Meski operasi pengangkatan payudaranya berhasil tapi sel kanker terus tumbuh di tubuhnya. Kanker ini terus menggerus dan menggerogoti fisiknya dengan perlahan. Hingga selama 10 tahun ia harus keluar masuk rumah sakit demi menghambat pertumbuhan sel kanker ini.
"Saya ingin meninggal di tengah anak-anak yang saya cintai,"
Kemoterapi menjadi makanannya sehari-hari. Rambutnya kian berkurang hingga menghadapi kebotakan karena efek obat yang dikonsumsinya. Tubuhnya yang dulu kuat kini terlihat kurus, matanya yang cerah kini terlihat sayu, meski begitu kasih sayang seorang ibu terus memancar dari dalam dirinya.
Pada 2012 lalu karena kondisi fisik yang terus menurun ia kemudian dipindahkan ke rumah bunda SOS Children's Village Jakarta untuk menjalani pemulihan. Semua tanggung jawabnya diambil alih oleh ibu pengganti.
"Saya ingin meninggal di tengah anak-anak yang saya cintai," ungkapnya ketika itu.
Ungkapan yang menyesakkan dada memang. Tapi begitulah adanya. Hati seorang ibu pada anak yang diasuhnya bertahun tahun memang jauh lebih kuat dari apapun. Sebuah ketulusan telah mendarah daging dalam tubuh Ibu Purwanti dan itu dirasakan oleh anak-anaknya.
Gunawan adalah salah satu anak yang diasuh sepenuh hati oleh Ibu Pur. Sejak usia Sekolah Dasar, Gunawan harus berpisah dengan keluarganya karena kondisi ekonomi dan sang ibu kandung tak bisa lagi bekerja karena sakit.
Gunawan mengenang ketika kecil Ibu Pur selalu memberi waktunya untuk bercerita, mendongeng menceritakan kisah-kisah yang sangat berkesan bagi anak-anak seusia Gunawan kala itu. Ibu Pur juga yang mengajari anak-anak itu berhitung meski tak semahir guru di sekolah.
"Ia mencatat setiap tanggal ulang tahun kami dan merayakannya dengan kue kecil bersama," kenang Gunawan.
Gunawan yang kini telah menjadi Mayor di TNI AD mengenang bagaimana ketika ia mendapat kasih sayang dari Ibu Pur. Bersama adik laki-lakinya, Gunawan diasuh dengan sepenuh hati oleh Ibu Pur, sang Ibu asuh yang mengantar Gunawan menjadi laki-laki yang mandiri.
Ibu Pur kini terbaring sakit karena kanker di usia pensiunnya. Meski sudah diangkat, tapi kankernya kini merambat ke otak. Hidupnya pun harus bergantung pada pertolongan orang lain. Ia saat ini dirawat oleh Sisilia, anak asuhnya dulu di tahun 1985. Kini sosok yang biasa "mengasuh" itu pun harus diasuh, ditemani mengobrol setiap hari untuk sekadar melupakan rasa sakit atas kanker yang dideritanya.
Tubuh yang dulu perkasa itu kini terbaring lemah, badannya kurus namun bibirnya tetap mengembang. Ditemani senyum dan pelukan anak-anaknya Ibu Pur tetap kuat menjalani hari-harinya. Bibirnya memang tak bisa lagi menjawab celotehan riang anak-anaknya, tetapi matanya tak lelah memancarkan perhatian dan kasih sayang. Ingatannya pun tetap kuat menyimpan segala kenangan indah kala menjadi ibu bagi anak-anak asuhnya.
Tinggal kita, sebagai pembaca, apakah akan peduli, ikut membantunya dan menyebarkan kebaikan. Atau hanya tertarik dan peduli pada cuitan-cuitan politis yang hanya membakar emosi sesaat. Mungkin sudah saatnya kita menyebarkan kebaikan melalui jari kita ini.
Tautan untuk yang ingin membantu.
(yud)
--------------
“Barang siapa mempunyai sumbangan pada kemanusian dia tetap terhormat sepanjang jaman, bukan kehormatan sementara. Mungkin orang itu tidak mendapatkan sesuatu sukses dalam hidupnya, mungkin dia tidak mempunyai sahabat, mungkin tak mempunyai kekuasaan barang secuwil pun. Namun umat manusia akan menghormati karena jasa-jasanya.”
― Pramoedya Ananta Toer
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H