Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menakar Bahaya dan Tidaknya Mengonsumsi Mi Instan

14 Februari 2017   20:15 Diperbarui: 16 Februari 2017   13:35 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengonsumsi mi instan terlalu banyak dianggap berbahaya. Jejamo.com

Mi instan di Indonesia menjadi salah satu makanan yang paling banyak dikonsumsi. Selain harga yang hemat, penyajiannya pun sangat mudah. Banyak yang menganggap mi instan berbahaya bagi kesehatan tubuh, namun jika dilihat secara objektif, kenyataannya tidak demikian.

Artikel tentang mi instan ini menjadi salah satu headline pilihan hari ini. Selain itu, ulasan tentang Piala Presiden dan warga Boyolali yang lumpuh selama 20 tahun tanpa adanya bantuan pemerintah pun bisa Anda baca dalam headline pilihan hari ini.

1. Melihat Bahaya Mie Instant dengan Berimbang

Mi instan. Obatnya.com
Mi instan. Obatnya.com
Ada banyak komentar negatif tentang konsumsi mi instan oleh manusia. Mulai dari menjadi bibit kanker, hingga bisa menyebabkan kerusakan labung, mengandung lilin dll. Namun ada juga fakta menarik bahwa produksi sebuah mi instan sebenarnya telah melewati proses tertentu yang dijamin kesehatannya.

Salah satunya adalah untuk memaksimalkan pengawetan mi yang diproduksi di Indonesia ini menggunakan teknik deep frying. Teknik inilah yang menjadi bukti bahwa mi tidak mengandung lilin. Namun teknik ini membuat kandungan lemak jenuh menjadi semakin tinggi.

Selengkapnya

2. Di India, Sebelum Menikah Anda Harus Punya Toilet

Kondisi toilet di India. Vocantv
Kondisi toilet di India. Vocantv
Berdasarkan pengalaman penulis, ternyata India dianggap jadi salah satu negara yang paling jorok di dunia. Di India masih banyak orang mandi di sungai dan kebersihan airnya sudah tercemar. Dapat dibayangkan jika kaum perempuan harus buang air di luar rumah mereka. Oleh karena itu sebelum menikah, warga di India harus memiliki toilet di rumah masing-masing.

Bagaimanapun juga, toilet di luar rumah, di atas kolam atau di sungai keberadaannya sangat tidak sehat. Apalagi jika dibangun dengan seadanya.

3. Piala Presiden: Regulasi Baru, Turunkan Kualitas Pertandingan?

Piala Presiden. Kompas.com
Piala Presiden. Kompas.com
Ada regulasi baru dalam pesepakbolaan Indonesia. Dalam Piala Presiden tahun ini ada regulasi pembatasan usia pemain. Sebenarnya maksud dari regulasi ini sangat baik, untuk mendorong pemain muda agar memiliki kesempatan bermain lebih banyak.

Namun, dengan membatasi usia pemain maka para pemain senior akan lebih terbatas pergerakannya. Padahal pemain senior ini memiliki kualitas yang jauh lebih baik dan dapat memberikan atau berbagi pengalaman pada pemain muda.

4. Media Sosial Bukan Televisi untuk Menonton Hidup Orang Lain

Ilustrasi. Tekno.id
Ilustrasi. Tekno.id
Membahas soal media sosial memang sudah biasa, bukan lagi hal aneh. Tapi, media sosial bukanlah televisi untuk menonton kehidupan orang lain. Kita tahu di Facebook ada fitur live, atau instagram dan beberapa aplikasi lain yang serupa.

Dengan didorong rasa 'kepo' alias ingin tahu, kita menonton apa yang mereka siarkan. Tapi sadarkah bahwa menonton kehidupan orang lain di media sosial tak ubahnya kita tengah menonton sebuah iklan di televisi.

5. Warjiman 20 Tahun Lumpuh tanpa Mendapat Bantuan Medis di Boyolali

Kondisi Warjiman. Dokumentasi Kompasianer Bambang Setyawan
Kondisi Warjiman. Dokumentasi Kompasianer Bambang Setyawan
Warjiman, warga desa di Kabupaten Boyolali didera kondisi yang memprihatinkan. Ia selama 24 tahun mengalami kelumpuhan di seluruh tubuhnya. Sayangnya ia belum pernah sama sekali mengalami pertolongan medis.

Mantan tukang becak ini tinggal bersama ibu kandungnya. Kondisi ekonomi keluarga ini juga sangat memprihatinkan. Untuk menyembuhkan penyakitnya ini, keluarganya menempuh pengobatan alternatif, sayangnya kondisi tidak berangsur membaik.

Pemerintah pun belum tergerak untuk menolong warga ini. Selama ini warga sekitar menggalang dana untuk memberikan bantuan.

Selengkapnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun