Ditengah meningginya tensi politik mendekati Pilkada Serentak, Presiden Joko Widodo asik bermain futsal melawan wartawan istana di daerah Kelapa Gading, Jakarta. Acara ini dilakukan untuk memperingati hari pers nasional pada 9 Februari 2017.
Selain artikel tentang Jokowi tadi, ada juga tulisan mengenai pentingnya pembangunan di pulau-pulau kecil Indonesia untuk meningkatkan pendapatan daerah dan pusat. Berikut adalah lima headline pilihan hari ini yang sayang jika dilewatkan.
1. Politik Sepak Bola Joko Widodo
![Jokowi saat bermain futsal bersama sejumlah petinggi negara dan sejumlah wartawan istana/@seskab](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/02/11/jokowi-futsalatseskab-589db7db509773c90851ea66-589e208db69373ae0aa0b874.jpg?t=o&v=770)
Bahkan olahraga juga menjadi satu cara seseorang keluar dari kesulitan-kesulitannya seperti Harry Haft bisa lolos dari kamp konsentrasi Auschwitz karena tinju. Lewat olahraga bulu tangkis, Indonesia sedikit bisa jumawa dari Negara Belanda yang menjajah Indonesia 350 tahun. Negeri Kincir Angin tersebut tak memiliki tradisi juara dalam cabang olahraga satu ini.
Presiden Indonesia, Joko Widodo baru-baru ini mengunggah videonya yang nampak ceria menonton sepak bola. Netizen berkomentar akan hal ini, banyak diantara mereka yang memandangnya kearah positif. Dalam pembukaan Piala Presiden 2017, Jokowi juga menunjukan kesenangan tatkala ia turun kelapangan untuk menendang bola sebagai prosesi pembukaan kompetisi jelang bergulirnya Liga resmi Indonesia.
Kegembiraan ini membuat masyarakat merasa lebih tenang karena situasi Indonesia kini dilanda ketidak pastian dan saling tuduh yang menjemujan. Turunnya Jokowi ke lapangan saat pembukaan Piala Presiden 2017 juga mematahkan statusnya sebagai presiden dan jauh dari rakyat.
Seakan mengetahui kekuatan olahraga, Jokowi memanfaatkan moment hari pers dengan mengajak para menteri beserta wartawan istana bermain futsal. Walau hanya sanggup bermain selama tujuh menit, namun memiliki banyak makna.
“Ketika mimbar, ruang pertemuan dan layar televisi disarati ketegangan, dan lini-lini sosial media tak lebih dari panggung sandiwara, lapangan futsal menjadi tempat penghiburan yang otentik. Ruang pelepas segala tekanan dan beban,” kata Charles Emanuel dalam artikelnya.
2. Indonesia yang Akan Kaya dengan Pembangunan Pulau-pulau Kecil
![rajaampat-589d34d52c7a61cc046f4592-589e203144afbd280dbf6f59.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/02/11/rajaampat-589d34d52c7a61cc046f4592-589e203144afbd280dbf6f59.jpg?t=o&v=770)
Walaupun pemerintah sudah berusaha untuk memanfaatkan pulau-pulau kecil ini, perkembangannya dapat dibilang lambat karena baru 6.000 pulau (34%) yang sudah berpenghuni, 54 pulau telah dikembangkan swasta dan 33 pulau diantaranya merupakan investor luar negeri.
Pendayagunaan pulau kecil harus terus digenjot karena masih banyak masyarakat disana hidup digaris kemiskinan, padahal banyak tokoh-tokoh terlahir di pulau-pulau kecil tersebut. Membangun pulau-pulau kecil dapat mengembangkan pusat ekonomi yang sampai saat ini dipegang oleh pulau Jawa. Pembangunan pulau-pulau kecil terutama 111 pulau terluar mampu menjadi sabuk kemakmuran dan memperkokoh kedaulatan NKRI.
3. Media di Antara Objektivitas dan Subjektivitas
![Ilustrasi. Gettyimages](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/02/11/pers-589d7187509773d70651ea5c-589e211b937e61500cebc845.jpg?t=o&v=770)
Menurut kompasianer bernama Syahrul Alim, media tidak bisa lepasa dari ideologi tertentu sesuai dengan isi kepala para pemangkunya tetapi produk jurnalistik patut dihargai. Masyarakat juga jangan menganggap bahwa yang dikatakan produk pers adalah salah.
Sebagai masyarakat melek media, yang perlu diperhatikan adalah kehati-hatian dan selalu mengecek informasi. Itu semua karena diri sendiri adalah gerbang terakhir penerima informasi dan harus bisa menilai setiap informasi seobjektiv mungkin.
4. Perguruan Tinggi, Pencetak Pengangguran Terdidik?
![Ilustrasi: Kompas.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/02/11/ompaskarier011408705557-preview780x390-589d26b0509773d80451ea57-589e20eed47e61b9151d05ea.jpg?t=o&v=770)
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2015 sebanyak 7,56 juta, lulusan diploma menyumbang 7,54 persen dan sarjana 6,40 persen. Dirjen Pendidikan Tinggi sedang menyusun (ulang) tata cara dan tata laksana perijinan pembukaan Program Studi baru.
Masalah perguruan tinggi terjadi akibat pengelolaan pendidikan tinggi dituntut meningkatkan efisiensi demi memenangkan kompetisi disatu sisi lembaga tersebut harus mengemban nilai-nilai idealisme pendidikan. Hal tersebut menyebabkan ketidak jelasan perjalanan nilai-nilai efisiensi dan idealism di kampus.
5. Hiu di Ambang Kepunahan, tapi Masih Saja Diburu
![Ilustrasi: IndoSurfLife.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/02/11/hiu-589e20c0917a61a60cfb27d5.jpg?t=o&v=770)
Padahal hiu amat penting bagi ekosistem untuk mengontrol populasi mangsa serta mencegah populasi tertentu memonopoli sumberdaya karena hiu adalah predator puncak pada rantai makanan. Berkurangnya jumlah hiu dapat mempengaruhi dominasi suatu spesies.
Menurut WWF, 89% nelayan menyatakan bahwa jumlah tangkapan hiu semakin menurun dan 44% menyatakan bahwa lokasi penangkapan semakin jauh. Hiu hanya memiliki 1 kali periode kelahiran setiap tahunnya dengan jumlah anak kurang dari 100 ekor. Jika eksploitasi ikan bergigi tajam ini terus berlanjut, usia hiu di bumi tidak lebih dari 60 tahun lagi.
(LUK/yud)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI