Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apa Sebenarnya Makna yang Disampaikan Jokowi saat Bermain Futsal?

11 Februari 2017   03:23 Diperbarui: 14 Februari 2017   11:14 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Banglanewspaper.net

Ditengah meningginya tensi politik mendekati Pilkada Serentak, Presiden Joko Widodo asik bermain futsal melawan wartawan istana di daerah Kelapa Gading, Jakarta. Acara ini dilakukan untuk memperingati hari pers nasional pada 9 Februari 2017.

Selain artikel tentang Jokowi tadi, ada juga tulisan mengenai pentingnya pembangunan di pulau-pulau kecil Indonesia untuk meningkatkan pendapatan daerah dan pusat. Berikut adalah lima headline pilihan hari ini yang sayang jika dilewatkan.

1. Politik Sepak Bola Joko Widodo

Jokowi saat bermain futsal bersama sejumlah petinggi negara dan sejumlah wartawan istana/@seskab
Jokowi saat bermain futsal bersama sejumlah petinggi negara dan sejumlah wartawan istana/@seskab
Jangan tanya soal kekuatan dari olahraga, karena permainan satu ini mampu “menyihir” setiap insan. Berkat keriuhannya masyarakat tak lagi memandang golongan dari setiap individu yang bertanding maupun para penontonnya, semua menjadi satu. Namun kekuatan olahraga juga bisa menjadi awal dari gesekan seperti perseteruan penonton maupun perkelahian pemain karena tidak terima dengan hasil akhir.

Bahkan olahraga juga menjadi satu cara seseorang keluar dari kesulitan-kesulitannya seperti Harry Haft bisa lolos dari kamp konsentrasi Auschwitz karena tinju. Lewat olahraga bulu tangkis, Indonesia sedikit bisa jumawa dari Negara Belanda yang menjajah Indonesia 350 tahun. Negeri Kincir Angin tersebut tak memiliki tradisi juara dalam cabang olahraga satu ini.

Presiden Indonesia, Joko Widodo baru-baru ini mengunggah videonya yang nampak ceria menonton sepak bola. Netizen berkomentar akan hal ini, banyak diantara mereka yang memandangnya kearah positif. Dalam pembukaan Piala Presiden 2017, Jokowi juga menunjukan kesenangan tatkala ia turun kelapangan untuk menendang bola sebagai prosesi pembukaan kompetisi jelang bergulirnya Liga resmi Indonesia.

Kegembiraan ini membuat masyarakat merasa lebih tenang karena situasi Indonesia kini dilanda ketidak pastian dan saling tuduh yang menjemujan. Turunnya Jokowi ke lapangan saat pembukaan Piala Presiden 2017 juga mematahkan statusnya sebagai presiden dan jauh dari rakyat.

Seakan mengetahui kekuatan olahraga, Jokowi memanfaatkan moment hari pers dengan mengajak para menteri beserta wartawan istana bermain futsal. Walau hanya sanggup bermain selama tujuh menit, namun memiliki banyak makna.

“Ketika mimbar, ruang pertemuan dan layar televisi disarati ketegangan, dan lini-lini sosial media tak lebih dari panggung sandiwara, lapangan futsal menjadi tempat penghiburan yang otentik. Ruang pelepas segala tekanan dan beban,” kata Charles Emanuel dalam artikelnya.

(Selengkapnya)

2. Indonesia yang Akan Kaya dengan Pembangunan Pulau-pulau Kecil

rajaampat-589d34d52c7a61cc046f4592-589e203144afbd280dbf6f59.jpg
rajaampat-589d34d52c7a61cc046f4592-589e203144afbd280dbf6f59.jpg
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau 17.504 buah. Tetapi sebelum terbentuknya KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) pada September 1999, pemerintah kurang peduli dengan pulau-pulau kecil.

Walaupun pemerintah sudah berusaha untuk memanfaatkan pulau-pulau kecil ini, perkembangannya dapat dibilang lambat karena baru 6.000 pulau (34%) yang sudah berpenghuni, 54 pulau telah dikembangkan swasta dan 33 pulau diantaranya merupakan investor luar negeri.

Pendayagunaan pulau kecil harus terus digenjot karena masih banyak masyarakat disana hidup digaris kemiskinan, padahal banyak tokoh-tokoh terlahir di pulau-pulau kecil tersebut. Membangun pulau-pulau kecil dapat mengembangkan pusat ekonomi yang sampai saat ini dipegang oleh pulau Jawa. Pembangunan pulau-pulau kecil terutama 111 pulau terluar mampu menjadi sabuk kemakmuran dan memperkokoh kedaulatan NKRI.

(Selengkapnya)

3. Media di Antara Objektivitas dan Subjektivitas

Ilustrasi. Gettyimages
Ilustrasi. Gettyimages
Ditengah merebaknya inbformasi, pertanyaan mengenai objektivitas media massa amatlah penting. Penyebaran hoax yang semakin sering membuat gerah masyarakat. Pada satu sisi, keberadaan media membawa dampak tersendiri dalam dunia politik. Kecenderungan politik masyarakat bisa diangkat menjadi isu nasional oleh media.

Menurut kompasianer bernama Syahrul Alim, media tidak bisa lepasa dari ideologi tertentu sesuai dengan isi kepala para pemangkunya tetapi produk jurnalistik patut dihargai. Masyarakat juga jangan menganggap bahwa yang dikatakan produk pers adalah salah.

Sebagai masyarakat melek media, yang perlu diperhatikan adalah kehati-hatian dan selalu mengecek informasi. Itu semua karena diri sendiri adalah gerbang terakhir penerima informasi dan harus bisa menilai setiap informasi seobjektiv mungkin.

(Selengkapnya)

4. Perguruan Tinggi, Pencetak Pengangguran Terdidik?

Ilustrasi: Kompas.com
Ilustrasi: Kompas.com
Perguruan tinggi merupakan salah satu pendulang penerus-penerus bangsa. Perguruan tinggi juga menawarkan kesempatan bekerja lebih besar ketimbang lulusan-lusan dibawahnya. Tetapi tidak semua lulusan perguruan tinggi mempunyai kemampuan lebih daripada orang yang menempuh pendidikan tinggi.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2015 sebanyak 7,56 juta, lulusan diploma menyumbang 7,54 persen dan sarjana 6,40 persen. Dirjen Pendidikan Tinggi sedang menyusun (ulang) tata cara dan tata laksana perijinan pembukaan Program Studi baru.

Masalah perguruan tinggi terjadi akibat pengelolaan pendidikan tinggi dituntut meningkatkan efisiensi demi memenangkan kompetisi disatu sisi  lembaga tersebut harus mengemban nilai-nilai idealisme pendidikan. Hal tersebut menyebabkan ketidak jelasan perjalanan nilai-nilai efisiensi dan idealism di kampus.

(Selengkapnya)

5. Hiu di Ambang Kepunahan, tapi Masih Saja Diburu

Ilustrasi: IndoSurfLife.com
Ilustrasi: IndoSurfLife.com
Menurut FAO (2015), Indonesia berada di peringkat pertama di dunia sebagai penangkap hiu (ikan chondrichthyan) terbesar pada tahun 2000-2011 dengan rata-rata hasil tangkap 106.034 ekor, dan di posisi ketiga di dunia sebagai eksportir sirip hiu terbanyak dengan rata-rata 1.235. berkat penangkapan hiu secara besar-besaran, populasinya di alam bebas semakin berkurang.

Padahal hiu amat penting bagi ekosistem untuk mengontrol populasi mangsa serta mencegah populasi tertentu memonopoli sumberdaya karena hiu adalah predator puncak pada rantai makanan. Berkurangnya jumlah hiu dapat mempengaruhi dominasi suatu spesies.

Menurut WWF, 89% nelayan menyatakan bahwa jumlah tangkapan hiu semakin menurun dan 44% menyatakan bahwa lokasi penangkapan semakin jauh. Hiu hanya memiliki 1 kali periode kelahiran setiap tahunnya dengan jumlah anak kurang dari 100 ekor. Jika eksploitasi ikan bergigi tajam ini terus berlanjut, usia hiu di bumi tidak lebih dari 60 tahun lagi.

(Selengkapnya)

(LUK/yud)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun