Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menelisik SBY yang Sering Terbawa Perasaan

21 Januari 2017   20:21 Diperbarui: 21 Januari 2017   22:45 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali mengundang komentar netizen mengenai cuitannya di Twitter. Cuitan ini dibandingkan oleh netizen dengan cuitan Jokowi sehari sebelumnya.

Artikel pilihan lainnya adalah perbedaan antara bahasa feminin dan bahasa maskulin, pemilihan calon pelatih Timnas Indonesia, Rujak Natsepa yang merupakan oleh-oleh favorit dari Ambon, dan permasalahan E-KTP yang tak kunjung selesai.

Simak ulasan selengkapnya dari artikel-artikel pilihan yang menjadi headline Kompasiana hari ini.

1. Mengapa SBY Sering Menggunakan Bahasa Perasaan?

Foto by TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR (Sumber: KOMPAS.com)
Foto by TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR (Sumber: KOMPAS.com)
Mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono kembali menjadi pembicaraan netizen, setelah mengunggah cuitannya di media sosial Twitter (20/1). Pada cuitannya tersebut SBY mengatakan “Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah & penyebar “hoax” berkuasa & merajalela Kapan rakyat dan yang lemah menang? “SBY”. Banyak netizen membandingkannya dengan status facebook Jokowi sehari sebelumnya yaitu “Di usia 80 tahun, Pak Habibie masih memikirkan bangsanya. Setelah tiga bulan berada di luar negeri, beliau datang ke Indonesia dan siang ini berkunjung ke Istana. Wajahnya terlihat gembira dan segar bugar,” tulis Jokowi.

Dari keduanya, kita bisa melihat perbedaan komunikasi diantara kedua tokoh. Menurut Kompasianer bernama Agung Wibawanto, perbedaan itu bisa dijawab dengan pendekatan ”dari hati ke hati” dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut  menggunakan ragam bahasa perasaan dengan mengedepankan emosi bukan nalar.

Lalu pertanyaan kemudian muncul, mengapa Presiden Jokowi tidak pernah bertukar pikiran dengan SBY, seperti yang dilakukan terhadap tokoh-tokoh politik lain? “Semoga jawabannya bukan karena SBY sukanya baper, sehingga bukan solusi yang didapat namun hanya memperpanjang daftar keluhan saja. Bukan apa-apa, seorang yang mengaku pemimpin harus bisa menjaga semangat dan rasa optimis rakyatnya. Bila pemimpin sudah mengeluh begitu, bagaimana rakyatya? Jikapun semacam "mengadu" kepada Tuhan, ya tidak perlu dishare ke publik, cukup disampaikan saja sendiri usai menjalankan sholat,” tutup Agung dalam artikelnya.

(Selengkapnya)

2. 4 Hal yang Perlu Anda Tahu tentang Bahasa Feminin dan Bahasa Maskulin

Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)
Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)
Biasanya seseorang dikatakan feminim dan maskulin dilihat pada jenis kelamin, kenyataannya pandangan tersebut tidak sepenuhnya benar. Setidaknya ada empat hal menurut kompasianer bernama Gaganawati Stegmann yang menengarai seseorang dapat dikatakan feminim atau maskulin.

Pertama, perbedaan itu dapat dilihat dari tendensi bahasa. Maskulin lebih sulit untuk menerka maksud perkataan seseorang, sehingga lawan bicaranya harus to the point jika ingin pesan yang disampaikan dapat diterima dan diaplikasikan dengan baik.

Kedua, orang-orang dengan sifat feminin lebih sering memotong percakapan. Sifat feminin dianggap bersumbu pendek dan tidak sabaran dalam menunggu waktu untuk berbicara.

(Selengkapnya)

3. "Buena Suerte" Luis Milla

Foto: Segaf Abdullah/Juara.net
Foto: Segaf Abdullah/Juara.net
Teka-teki mengenai calon pelatih Timnas Indonesia mulai terkuak, kali ini PSSI menunjuk Luis Milla untuk memimpin perjalanan Garuda. Pro dan kontra mengiringi penunjukan pelatih asal Spanyol ini, sebagian masyarakat menganggap pelatih asing belum mengenali kontur sepak bola dalam negeri sehingga minim prestasi.

Menurut penuturan Iwan Budiarto, Wakil Ketuia umum PSSI, menyatakan bahwa Milla amat scientific. Milla juga memiliki misi sendiri yaitu membawa Indonesia menjuarai Sea Games 2017 dan Asian Games 2018.

Namun Milla memiliki tantangan besar untuk mewujudkan itu semua, dirinya harus menghidupkan persepakbolaan Indonesia yang baru terbangun dari tidur panjangnya dan menata strukturnya. Tangan dinginnya ketika membawa Timnas U-21 Spanyol menjuarai Piala Eropa tahun 2011 amat ditunggu publik sepak bola Indonesia.

(Selengkapnya)

4. Rujak Natsepa, Oleh-oleh Favorit dari Ambon

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Selain minyak kayu putih, terdapat oleh-oleh lain dari Ambon yang tidak kalah menariknya. Menurut Kompasianer Adolf Izaak, makanan yang bernama Rujak Natsepa ini begitu istimewa. Rujak ini dapat didapatkan di warung-warung sekitar pinggir Pantai Natsepa.

Rujak ini tidak berbeda seperti rujak lainnya. Masih terdapat buah dicampur dengan bumbu. Menu buah untuk rujak Natsepa juga sama. Ada mangga, jambu air, nanas kedongdong, pepaya, ketimun, dan bengkuang.

Yang berbeda dan terasa istimewa dari rujak Natsepa ini adalah bumbunya. Kebanyakan orang sangat menikmati campuran kacang dan gula jawa. Gula jawa di Ambon berbeda dengan di Pulau Jawa karena di sini berbentuk kotak. Rasanya pun antara pedas dan manis, terasa sangat lezat.

(Selengkapnya)

5. E-KTP, antara Fakta dan Cita-cita

Sumber: tangselpos.co.id
Sumber: tangselpos.co.id
Permasalahan E-KTP sepertinya memang tidak pernah selesai. Dari birokrasinya yang sulit, sampai kualitas kartu E-KTP itu sendiri yang cenderung masih buruk.

Menurut Kompasianer Susy Haryawan, dibandingkan dengan perbankan yang memiliki kartu ATM, kualitas E-KTP masih jauh dari baik. Visi dan ide dari E-KTP memang membanggakan, tetapi sampai sekarang kebiasaan, budaya, pola kerja, dan birokrasi masih sama saja. Belum ada perubahan yang signifikan.

Peningkatan pelayanan E-KTP masih sebatas cita-cita dan harapan. Masih banyak masalah yang harus dibenahi. Contohnya hampir semua lembaga negara masih memberlakukan persyaratan fotokopi KTP. Padahal jika teknologinya sudah benar, bisa langsung menggunakan akses bank data agar lebih efektif dan efisien. Jadi di era digital ini penggunaan kertas bisa dilakukan seminimalisir mungkin.

(Selengkapnya)

(luk/fia)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun