Pilkada DKI semakin dekat dan debat pertama telah dilaksanakan beberapa waktu lalu. Ketiga pasangan calon mengulas sejumalh permasalahan dengan menyajikan data dan statistik. Tapi, apakah data dan statistik ini menjadi pertimbangan masyarkat Jakarta dalam menentukan pilihan?
Pertanyaan ini muncul dalam salah satu artikel headline Kompasiana. Selain ulasan tersebut, ada pula artikel tentang bagaimana memetik pelajaran dari kemenangan Donald Trump serta tentang bagaimana memberdayakan bahasa daerah di kota besar melalui kuliner tradisional. Seluruh artikel tersebut dirangkum dalam headline pilihan Kompasiana berikut ini.
1. Apakah Warga DKI akan Memilih Berdasarkan Data dan Statistik?
Terlepas dari itu semua, penggunaan data statistik dalam debat calon gubernur malam itu merupakan sesuatu yang positif. Penggunaan data-data statistik dalam kontestasi pilpres atau pilkada merupakan sebuah keharusan. Karena hal ini merupakan jaminan bahwa para calon mengetahui dan mengenali betul permasalahan yang terjadi di lapangan.
Sudah jamak kita dapati, pemenang debat—sebaik apapun penampilannya dan sehebat apapun menggunakan data statistik—pada akhirnya seringkali gagal merengkuh elektabilitas tertinggi. Hal ini merupakan pekerjaan rumah besar bagi para pegiat statistik resmi (official statistics), yakni bagaimana mengedukasi masyarakat agar melek statistik.
2. Pak Edy, Tolong Tuntaskan Legalitas Klub!
Meski demikian, masih saja ada persoalan yang menjadi bumbu kurang sedap di awal kompetisi. Kondisinya tak jauh beda dengan yang pernah terjadi dua tahun silam. Persoalan itu tak lain dari legalitas klub yang belum tuntas. Padahal legalitas merupakan unsur utama yang harus dipenuhi sebuah klub profesional untuk bisa tampil di sebuah kompetisi resmi.
Tahun ini, setidaknya ada lima klub yang legalitasnya kembali atau tetap dipertanyakan oleh BOPI.Regulasi FIFA tersebut merupakan acuan seluruh Konfederasi dan anggotanya dan wajib diikuti. Anehnya, di Indonesia regulasi tersebut malah seolah tak pernah ada. Lisensi klub bisa dengan mudah dibeli, selama punya uang banyak tentunya.
3. Sinetron "Dunia Terbalik" dan Bisnis TKW di Indonesia