Mohon tunggu...
Kurniawan Patma
Kurniawan Patma Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Buku berjudul MERAH, 33 OPSI dan 44 OPSI

Selain sebagai penulis buku juga adalah seorang aktifis di bidang kemanusiaan dan pendidikan. Inisiator gerakan literasi bernama LiFE (Literasi For Everyone) yang concern bergerak di pedalaman Kabuaten Keerom, Papua. Sejauh ini sudah membangun tiga taman baca di Kampung Ubiyau, Sawanawa dan Sawyatami

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Merajut Kembali MKRI yang Otentik (Original, Terpercaya, Netral & Tidak Korup)

10 Juli 2023   14:43 Diperbarui: 10 Juli 2023   14:52 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: majalahumor.blogspot.com

MERAJUT KEMBALI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA YANG 'OTENTIK' (ORIGINAL, TERPERCAYA, NETRAL & TIDAK KORUP)

oleh: Kurniawan Patma

"Kemerdekaan penuh pengadilan sangat penting dalam konstitusi yang terbatas"

Di atas adalah sebuah kalimat yang disampaikan oleh Alexander Hamilton- seorang aktifis yang selama hidupnya bergerak dalam dalam penghapusan perdagangan budak internasional. Kalimat reflektif dari Alexander Hamilton ini perlu kita renungkan bersama sebagai anak bangsa dalam menyambut 20 tahun berdirinya Mahkamah Konstitusi. Sebagai penjaga konstistusi Mahkamah Konstitusi harus diberikan kemandirian peradilan dalam rangka menjaga kontrak keadilan dengan masyarakat.

Membebaskan Sandera dari Politik 'Kartel'

Dinamika perpolitikan di Indonesia belakangan ini seakan telah mencoreng kehadiran dari Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi di negara ini telah kehilangan martabatnya akibat 'tersandera' oleh koalisi jahat para penguasa. Penyanderaan Mahkamah Konstitusi (MK) ini dimulai sejak revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) pada 2020 lalu yang sarat akan konflik kepentingan terutama perihal masa jabatan hakim konstitusi. Konsep pengusungan hakim konstitusi yang diatur dalam Pasal 24C ayat (3) UUD 1945 (Hakim Konstitusi diusulkan oleh Presiden, DPR dan Mahkamah Agung) ternyata turut menjadi celah bagi pemerintah untuk mengintervensi independensi MK.

Penyanderaan Mahkamah Konstitusi (MK) ini dimulai sejak revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) pada 2020 lalu yang sarat akan konflik kepentingan terutama perihal masa jabatan hakim konstitusi. Konsep pengusungan hakim konstitusi yang diatur dalam Pasal 24C ayat (3) UUD 1945 (Hakim Konstitusi diusulkan oleh Presiden, DPR dan Mahkamah Agung) ternyata turut menjadi celah bagi pemerintah (DPR-Presiden) untuk mengintervensi independensi MK.

Buntutnya, seluruh upaya-upaya penjinakkan MK itu kini menjadi alat politik balas budi oleh pemerintah untuk mengontrol dan mengambil alih Mahkamah Konstitusi. Puncaknya adalah pencopotan Hakim Konstitusi Aswanto oleh DPR RI pada November lalu sebagai pertanda runtuhnya lembaga pengawal konstitusi kita. Parlemen telah terang-terangan menginjak -- injak konstitusi sebagai perwujudan kontrak sosial masyarakat dan pemerintah. Pemecatan Hakim Aswanto dengan dalih bahwa hakim MK itu adalah pertanda bahwa Indonesia di tangan penguasa hari ini tidak lagi layak disebut sebagai negara hukum.

Manuver politik pemecatan hakim konstitusi ini terjadi di tengah buruknya proses legislasi di Indonesia. Banyak produk hukum dilahirkan di atas protes keras dari seluruh lapisan masyarakat, pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) pada 2020 lalu hingga pengesahan KUHP 2022 adalah cuplikan kecil dari abainya pemerintah terhadap aspirasi masyarakat. Penyusunan produk legislasi beberapa tahun kebelakang hampir seluruhnya cacat secara formil dan materil.

Pemberhentian Hakim Aswanto adalah simbol kepemilikan MK oleh Pemerintah. Jika sudah begini, maka seluruh narasi arogan pemerintah yang menantang masyarakat menguji produk legislasinya di MK adalah gertakan yang ditujukan untuk memamerkan taring kepemilikannya atas MK. Pada akhirnya cita-cita pemerintah mengambil alih MK berhasil, bukan tanpa dasar melainkan retrogresi aktivisme yudisial di Mahkamah Konstitusi belakangan ini adalah bukti MK perlahan mulai menundukkan dirinya kepada koalisi jahat pemerintah. Sebagai anak bangsa kita harus bergerak dan bersuara dalam rangka 'membebaskan' dan menyadarkan Mahkamah Konstitusi dari 'kartel' politik yang menyandera mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun