Dienda tercekat.
Pikirnya terseret jauh ke masa berkuliah di sebuah kota kecil.
Pertengkaran kecil, tapi sumbunya sudah lama dirambati api kecemburuan, sehingga ledakannya menghancurkan segenap asa dan impian mereka.Â
"Alasanmu, selalu sama. Tugas liputan melulu. Kapan waktumu untukku?" Dienda protes keras, karena Jim membatalkan  begitu sajalagi dan lagi, acara nonton pertunujukkan teater malam itu.
Entah sudah berapa kali janji tidak pernah ditepati , atau direalisasikan oleh Jim, karena dia mementingkan pekerjaannya.Â
"Mencobalah mengerti,Dienda. Aku bekerja untuk membiayai kuliahku. Aku bekerja supaya masa depan kita bisa menjadi lebih baik."
Jim meraih tangan Dinda, namun ditepis keras oleh Dienda.
Jim tersinggung.
"Dienda, aku ini jurnalis. Dunia kerjaku, dunia tanpa ko..."
"Bosan aku mendengar perkataan dunia tanpa koma itu,Jim"
"Kalau kata-kata itu selalu kamu jadikan alasan untuk aku tetap bertahan mendampingimu, maka mulai sekarang aku yang akan memberi tanda baca, tapi bukan koma lagi. Titik." Dienda menangis marah.