Setiap kali menengok perjalanan hari, terkadang kutemui orang-orang yang ceria, bahagia, sumringah dan penuh daya hidup. Terpancar aura cemerlang dari dirinya. Bersih, bersinar memancarkan syukur.
Jika menemukan orang-orang seperti mereka, aku membiarkan biasnya masuk ke jiwa. Olehnya, aku merasa menjadi lebih hidup, berrnas oleh energi positif.
Kutanya pada mereka, mengapa sedemikian bercahaya? Sederhana saja, jawab mereka.
Sederhana seperti apa? Bolehkah berbagi denganku?
Sangat boleh. Begini...
Biarkan suka duka hidupmu mengalir seperti aliran air sungai yang terbit dari ketinggian pegunungan. Untuk sebuah arti kehidupan, air ini rela berbenturan dengan setiap hal yang menghalanginya.
Sakit memang, tapi toh dia berhasil melewati setelah terhempas beberapa jenak. Mereka rela rasakan itu, karena mereka tahu, di tepian sungai begitu banyak orang menanti untuk menciduk mereka, sekadar membasuh wajah yang kotor atau membersihkan seluruh tubuh. Mereka bahagia sebab mereka berguna walaupun hanya sekali melewati alur sungai itu.
Bila dapat merasakan kebahagiaan seperti aliran air, maka kita akan selalu merasa bahagia karena kita berguna bagi orang lain. Itu saja. Sederhana, bukan?
Aku memahami.
Bagaimana dengan orang-orang yang kadang kutemui penuh dengan keluh kesah, tak gembira, kecewa dan cenderung apatis? Mereka terkadang mengerdilkan perasaanku?
Mereka adalah orang-orang yang terlalu banyak menuntut pada ruang dan waktu kehidupan, padahal mereka sudah memiliki keduanya, utuh penuh. Telah mereka isi keduanya dengan segenap hati dan pikiran juga perasaan mereka.