Fenomena riuh rendah beras plastik beberapa waktu silam menunjukkan beberapa hal kepada kita. Peran media vital adanya dalam membuat pusaran berita itu semakin kencang, beras-beras yang diduga dicampur unsur-unsur plastik, serta ditutup oleh beda hasil uji laboratorium antara pemerintah dengan PT Sucofindo membuat publik makin bertanya-tanya: adakah rekayasa dalam fenomena beras ini?
1. Positif, Beras di Bekasi Mengandung Plastik; Ini Sanksinya!
Kompasianer Ilyani Sudrajat dalam tulisannya mengamini temuan PT Sucifondo. Beras plastik yang diujilaboratoriumkan mengandung bahan Polivinil Chlorida, yakni bahan yang kerap kali digunakan untuk membuat polimer pipa, kabel, dan lantai plastik. Ilyani juga melampirkan konsekuensi bagi siapa pun yang terbukti dengan sengaja memproduksi dan memperdagangkan pangan yang tidak memenuhi standard keamanan. Sanksinya ialah pidana kurungan maksimal du tahun dan denda paling banyak sejumlah empat miliar. Tapi, sampai akhrinya gemuruh berita beras plastik mereda, polisi belum temukan siapa dalang di baliknya.
2. Keanehan Penemuan Beras Plastik di Bekasi
Kompasianer Analgin Ginting merespon kejadian itu dengan menyebut beberapa keanehan beras plastik itu. Kenapa hanya Dewi yang menemukan beras plastik? Padahal, tak hanya Dewi yang membeli beras di toko itu. Lalu, mengapa Dewi Septiani ini terkesan ingin mempublikasikan temuannya di media sosial lantas melaporkannya ke polisi? Mengapa tak tempuh saja cara mudah yakni dengan menukar berasnya?
3. Nasib Sang Penemu Beras Plastik
Setelah mendengar kasak-kusuk tentang Dewi Septiani akan ditangkap polisi atas ulahnya yang cenderung meresahkan masyarakat itu, Polisi memastikan tak akan menangkap Dewi. Tindakan yang ia telah tempuh sudah benar. Sebagai warga negara, Dewi mempunyai hak untuk melaporkan hal-hal janggal yang mengusik diri dan rasa amannya.
4. Politik “Gelembung Sabun” Beras Plastik
Kompasianer Felix Tani menyebut bahwa tak ada masalah serius dalam kejadian beras plastik ini. Masalah yang sebenarnya adalah keasyikan para politisi bermain politik “gelembung sabun” untuk menutupi kasus-kasus lain yang lebih besar dan genting.