Kalau saat ini Kompasianer sedang menjalani suatu bisnis, apakah mau jika ada influencer datang menawarkan popularitasnya lalu memberikan produk tersebut cuma-cuma untuk diunggah di media sosial?
Istilah "bayar/tukar pakai exposure" kembali ramai diperbincangkan setelah seorang food vlogger mengeluh karena tidak dijamu pemilik restoran padahal telah menunjukkan jumlah pengikutnya yang banyak. Ia menyampaikannya dalam sebuah podcast.
Alih-alih antusias, pemilik restoran justru tidak peduli dan balik menagih keuntungan yang akan ia dapatkan bila di-review oleh food vlogger tersebut.
Lewat potongan podcast tersebut, warganet banyak beranggapan bahwa Si Food Vlogger sekadar mencari gratisan.
Pada satu sisi, kerja influencer tersebut memang bisa menguntungkan pemilik bisnis. Akan tetapi, pada kenyataannya perlu disadari bahwa tak semua orang peduli.
Apalagi kalau orang yang mau me-review mengharapkan bisa memperoleh sampel produk secara cuma-cuma. Pemilik bisnis pun bisa rugi bandar karenanya. Belum lagi kalau syuting dilakukan hingga mengganggu pembeli lainnya.
Kompasianer, bila kamu adalah pebisnis, apakah kamu rela jika produkmu "ditukar exposure"? Apakah kamu memiliki pengalaman bekerja sama dengan influencer? Apa suka dukanya?
Bagi Kompasianer yang juga adalah seorang influencer atau product reviewer, sebenarnya bagaimana mekanisme kerja sama yang ditawarkan? Bagaimana supaya hasil kerja kita diapresiasi publik?
Coba bagikan cerita, pengalaman, atau kiat terkait topik ini dengan menambahkan label Bayar Pakai Exposure (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H