Kompasianer, apakah kamu termasuk warga yang mendukung pengadaan kereta baru buatan INKA, atau lebih suka gagasan untuk impor kereta bekas dari Jepang?
PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) berencana membeli KRL bekas dari Jepang. Tujuannya untuk melakukan konservasi pada total 29 kereta yang akan dikonservasi pada tahun 2023 dan 2024.
KCI memilih impor kereta impor bekas karena isu keterbatasan anggaran imbas kebijakan public service obligation.
Untuk diketahui, harga 1 kereta baru buatan INKA memerlukan budget Rp 20 miliar. Artinya, KCI perlu menyediakan anggaran setidaknya 200 miliar untuk 1 rangkaian kereta. Sedangkan kereta impror bekas harganya Rp 1,6 miliar per kereta, sehingga diperlukan Rp 16 miliar untuk membeli 1 trainset.
Meski dibutuhkan untuk peremajaan, DPR menganggap KCI perlu memprioritaskan produk kereta buatan dalam negeri yang diproduksi oleh INKA. Sayangnya, kereta buatan INKA diprediksi baru akan selesai pada 2025.
Lalu bagaimana KCI melakukan penggantian 29 kereta pada tahun 2022 dan 2023? Padahal jumlah penumpang sudah kembali ke periode sebelum pandemi. Kebutuhan kian mendesak.
Lalu, apakah pengadaan kereta ke depannya akan berpengaruh terhadap tarif perjalanan? Apa saja teknologi yang ditawarkan baik oleh INKA maupun kereta bekas dari Jepang? Bagaimana tanggapanmu mengenai polemik ini?
Bagi pengguna CommuterLine, apakah kamu pernah melakukan perbandingan kinerja kereta INKA dan kereta bekas impor dari Jepang? Lalu apa saja komponen/teknologi kereta yang perlu diperbaiki sesuai kebutuhan terkini? Misalnya interior, mesin pendingin, dan lain sebagainya.
Kompasianer, yuk bagikan opinimu terkait hal ini di Kompasiana dengan menyematkan label Impor Kereta Bekas pada tiap konten yang kamu buat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H