Berbagai 'tingkah' turis asing di Bali yang kerap meresahkan, ramai di jagat maya beberapa waktu lalu.
Apakah ini ada kaitannya dengan pembiaran kita terhadap pada turis asing? Apakah ini karena kita kerap memberi perlakuan istimewa kepada mereka?
Ini bisa kita lihat seperti bagaimana masyarakat kita yang kerap bersikap permisif terhadap orang asing.
Sederhanya: turis asing (terasa) lebih hebat atau bahkan superior daripada kita.
Berikut ini catatan dan pandangan Kompasianer mengenai topik turis asing ini.
1. Bule Bermasalah, Banyak Pihak yang Terdampak
Kompasianer Indra Mahardika melihat tentang rencana dibuatnya peraturan daerah terkait pengaturan sewa kendaraan bagi WNA telah menciptakan ro dan kontra di masyarakat Bali.
Untuk sekadar informasi, sebagaimana yang dituliskan Kompasianer Indra Mahardika bahwa rental motor telah menjadi pilihan bagi wisatawan saat berkunjung ke Bali.
Namun, ironisnya permasalahan muncul ketika banyak pelanggaran yang dilakukan oleh WNA ketika membawa motor sewaan.
"Pelanggaran umum seperti tidak menggunakan helm, melanggar marka jalan, tidak membawa surat kendaraan dan SIM, ugal-ugalan atau yang parah menggunakan nomor polisi palsu," tulisnya. (Baca selengkapnya)
2. Turis Asing Nakal di Destinasi Wisata, Perlukah Ada Sanksi?
Kompasianer Aji Mufasa berpendapat sebenarnya sudah bukan rahasia lagi jika sejumlah turis asing kerap membuat masalah selama berada di Bali.
Oleh karena itu, semua tindakan yang dilakukan oleh turis nakal ini mesti segera diatasi.
"Penting untuk memastikan bahwa destinasi wisata tetap menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para wisatawan, serta tidak merugikan masyarakat dan lingkungan setempat," tulis  Kompasianer Aji Mufasa.
Seperti saling terkait antara menindakan turis nakal yang merusak destinasi wisata dengan kehidupan masyarakat lokal, tetapi juga dapat berdampak besar pada industri pariwisata. (Baca selengkapnya)
3. Wisman di Bali Abai Aturan Bermotor, Kritik bagi Kita
Melihat fenomena turis asing yang meresahkan, Kompasianer Sungkowo justru punya pandangan lain: justru menjadi kritik bagi diri kita sendiri, apakah kita sudah taat aturan lalu lintas?
"Seperti kita bisa melihatnya di tempat kita. Yang, ternyata juga banyak pelanggaran berlalu lintas meskipun peraturan berlalu lintas sudah diberlakukan," lanjutnya.
Pada akhirnya  perilaku sebagian masyarakat kita yang abai terhadap tata tertib berlalu lintas, dapat diketahui oleh siapa saja --termasuk wisman ini. (Baca selengkapnya)
4. Kursus Integrasi Budaya, Pintu Bebas Resah dari Wisman Nakal
Terkait wisatawan mancanegara (wisman) di Indonesia tentu saja punya prinsip dan aturan yang mesti ditaati.
Beberapa prinsip itu, menurut Kompasianer Inosensius antara lain penyesuaian diri dan ketaatan pada disiplin hukum yang berlaku di negara tersebut.
Integrasi budaya memang di banyak negara dilakukan bukan untuk para imigran di usia dewasa, tetapi lebih diprioritaskan sejak usia dini.
Akan tetapi, melihat fenomena wisman nakal ini bukan tidak mungkin untuk mereka ikut kursus integrasi. (Baca selengkapnya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H