Apakah nomor urut partai politik pada lembar surat suara jadi pertimbangan Kompasianer dalam memilih? Jika tidak, apa yang membuat Kompasianer memilih --apalagi dengan waktu yang sebentar di bilik suara?
Beberapa waktu lalu, Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri mengusulkan agar penomoran partai pada Pemilu 2024 tidak perlu diganti.
Penomoran partai, lanjutnya, hendaknya menggunakan nomor pada Pemilu sebelumnya.
Usulan tersebut dengan alasan akan menghemat alat peraga yang digunakan partai pada Pemilu mendatang.
Sebagaimana diberitakan KOMPAS.COM, kini Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah telah sepakat untuk mengakomodasi usulan nomor urut tersebut dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pemilu.
Hal ini jadi menarik, pasalnya bukankah setiap pemilu akan ada partai-partai baru yang beru mendaftar dan ikut pemilu?
Apakah mereka akan diberi nomor urut terakhir atau menggantikan partai yang tidak lolos verifikasi?
Selain itu, apakah itu berpengaruh secara psikologis pemilih ketika membuka lembar kertas suara dan melihat nama-nama partai? Jadi, ya, pilih saja apa yang terlihat ketika surat suara dibuka.
Bagaimana tanggapan Kompasianer mengenai usulan nomor urut partai peserta pemilu yang tidak perlu diubah? Apakah yang bisa dimanfaatkan oleh para partai peserta pemilu jika itu terjadi?
Silakan tambah label Nomor Urut Partai (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H