Kompasianer, bagaimana biasanya kita memperlakukan anak berkebutuhan khusus (ABK)? Tahukah kamu bahwa ABK memiliki hak yang sama untuk bersekolah seperti kawan-kawan seusianya? Apakah menurutmu sekolah di Indonesia sudah ramah dengan kebutuhan ABK?
Kompasianer Yunita Kristanti Nur Indarsih, S.Psi adalah seorang praktisi pendidikan sekaligus pendiri Home of Psyche (Hope). Lembaga ini berfokus pada pendidikan dan pemberdayaan perempuan serta anak berkebutuhan khusus, terutama dengan keterbatasan inteligensi tertentu.
Berbekal ilmu yang dimilikinya, Yunita Kristanti telah menghabiskan bertahun-tahun hidupnya untuk memberikan pembinaan kepada ABK di beberapa daerah di Provinsi Jawa Tengah. Ia percaya bahwa dengan pembinaan yang tepat, setiap individu ABK memiliki kesempatan untuk bersekolah di sekolah umum bersama dengan anak-anak seusianya.
Pada peringatan Hari Anak kali ini, Kompasianer Yunita Kristanti N.I ingin mengajak kamu berbagi kebahagiaan dengan anak berkebutuhan khusus dan keluarga mereka. Yakni dengan cara membuat konten tentang pengalamanmu berinteraksi dengan ABK.
Bagaimana caramu membuat ABK tidak merasa dikucilkan? Bagaimana caramu membangun kepercayaan diri ABK untuk berinteraksi dengan teman sebayanya? Bagaimana caranya supaya ia tidak minder berangkat sekolah? Bagaimana caramu memberikan edukasi pada masyarakat untuk ikut serta dalam mewujudkan lingkungan yang ramah ABK?
Jika Kompasianer memiliki pengalaman menghadapi ABK, mari berbagi cerita tentang kendala yang dihadapi. Berapa biaya terapi, seberapa besar biaya sekolahnya, serta apa dan bagaimana interaksi ABK dengan teman-temannya?
Jika Kompasianer adalah guru, bagaimana cara menciptakan sekolah yang ramah (inklusi) terhadap kebutuhan ABK? Apa saja suka dan dukanya di lapangan? Keterampilan apa saja yang harus dikembangkan untuk mengakomodasi kebutuhan ABK yang personal? Bagaimana seharusnya tata laksana penyelenggaraan sekolah inklusi di Indonesia dilakukan? Persiapan-persiapan apa yang harus diupayakan dalam melakukan layanan pendidikan inklusi ini?
Seperti kita tahu, anak-anak adalah masa depan kita, tak terkecuali anak berkebutuhan khusus. Tetapi pada praktiknya, banyak orangtua ABK yang ragu menyekolahkan anaknya karena stigma masyarakat, besarnya biaya yang harus dikeluarkan, dan belum siapnya sekolah di Indonesia mendampingi ABK yang mampu didik.
Kita bisa membantu ABK mendapatkan hak pendidikan yang setara dengan pertama-tama memberi dukungan dan menerimanya. Mengajak mereka bersosialiasi, mengajaknya bermain dengan anak lain, dan menyambut kehadirannya di sekolah.
Mari bagikan kisah, pengalaman, opini, kiat, dan apresiasimu di Kompasiana dengan menyematkan label Hari Anak 2022 dan Lindungi Anak Berkebutuhan Khusus pada tiap konten yang kamu buat.