Wacana digelarnya European Super League atau Liga Super Eropa tengah menjadi pembicaraan hangat di antara para pencinta sepak bola.
Awalnya, sebanyak 12 tim dari 3 negara berbeda (Inggris, Spanyol, dan Italia) sudah menyatakan kesiapan untuk berpartisipasi dalam European Super League ini.
Namun, belakangan, 6 tim perwakilan dari Inggris (Man. United, Man. City, Liverpool, Chelsea, Tottenham, dan Arsenal) mengumumkan untuk mundur dari kompetisi tersebut.
Meski sudah menjadi direncanakan sejak lama, momentum pandemi Covid-19 lah yang lantas membuat inisiator European Super League mematangkan wacana tersebut.
Pasalnya, pandemi Covid-19 yang tak kunjung membaik menyebabkan banyak klub di Eropa mengalami kerugian secara finansial. Dan solusinya --diyakini oleh inisator dan klub-klub partisipan-- ialah dengan penyelenggaraan European Super League sebagai alternatif kompetisi.
Tidak hanya itu, nantinya European Super League menawarkan format kompetisi yang bisa membuat klub dan pemain-pemain top Eropa bersaing secara rutin dan terjadwal.
Meski begitu. rencana ini banyak mendapat tentangan baik dari FIFA, UEFA, suporter, dan pesepak bola itu sendiri. Belum lagi opini dari klub-klub lain yang kondisi keuangannya tak kalah karut-marut, tetapi bakal lebih tergilas oleh panggung European Super League.
Bagaimana tanggapan Kompasianer atas pro kontra ini? Apakah akan mengubah peta persaingan sepak bola di Eropa --yang sudah lama dianggap sebagai bisnis sepak bola modern?
Silakan tambah label European Super League (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.
*) Di Bulan April ini, kamu berkesempatan buat mendapatkan K-Reward+ buat setiap artikel Topil yang kamu tayangkan, lho! Mau supaya keterbacaanmu banyak? Yuk latihan membuat konten yang ramah SEO.