Kabar mengenai pembunuhan balita di Sawah Besar, Jakarta Barat, membuat banyak yang terkejut. Pasalnya, pelaku (masih) berusia 15 tahun dan ia sendiri yang menyerahkan diri ke polisi, mengakui perbuatannya.
Dari laporan yang ia akui, tersangka NF (15) membunuh balita APA (5) karena terinspirasi oleh karakter film yang sering ia tonton.
Jika membaca kronologi pembunuhannya, semula APA diajak bermain di kamar mandi oleh NF. Di sana, APA diminta untuk mengambil mainan di bak mandi. Ketika itulah korban ditenggelamkan berkali-kali dan dicekik.
Setelah itu, jasad korban disimpan di dalam lemari. Sebenarnya sudah ada niat untuk membuangnya, namun diurungkan. Barulah besoknya NF menyerahkan diri ke kantor polisi dan mengakui perbuatannya.
Kejadian ini cukup memilukan, karena bisa terjadi di dalam rumah. Pertama, bagaimana bisa orangtua tidak mengetahuinya? Lalu, kedua, jika memang benar ia terinspirasi oleh tayangan yang ia tonton, mengapa orangtua bisa membiarkan seorang anak mengakses tayangan-tayangan semacam itu?
Hubungan orangtua dengan anak, dewasa ini, memang selalu seputar waktu yang ada di antara keduanya. Bahkan, tidak sedikit seorang anak lebih dekat dengan orang lain daripada orang tua sendiri.
Namun, itu bukanlah alasan apalagi pembenaran, atas abainya pengawasan orangtua terhadap anaknya, bukan?
Bagaimana tanggapan Kompasianer mengenai kejadian ini? Jika memang sedikitnya waktu yang bisa diluangkan oleh orangtua kepada anaknya, adakah cara untuk mengaturnya?
Silakan tulis konten Kompasianer menanggapi kasus ini dengan menambahkan label Remaja Membunuh Balita (menggunakan spasi).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H