Selain berkembangnya usaha industri menengah, usaha perorangan mulai menunjukkan geliatnya. Salah satunya adalah membuka jasa titipan atau jastip.
Fenomena jastip berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi. Tak hanya itu, maraknya jastip juga tak lepas dari keterbatasan waktu dan jarak yang dimiliki para konsumen.
Dengan adanya jastip, sang konsumen tak perlu lagi repot datang ke tempat perbelanjaan dan antre berjam-jam. Dengan jastip, duduk manis barang pun sampai. Bisnis jastip pun terbilang minim modal. Hanya memberikan kepercayaan dan memenuhi keinginan.
Kompasianer Efwe dalam tulisannya "Jastip", dari Urusan Sosial Budaya ke Urusan Ekonomi menyebut, Jastip ini awalnya populer hanya di kalangan traveller saja yang kebetulan hobi belanja dan penitip yang memiliki keinginan untuk mendapatkan barang tertentu, tapi karena faktor geografis yang jauh dengan keberadaan barang tersebut, jastip kemudian menjadi tren.
Pada akhirnya bagi-bagi pihak yang pandai membaca dan mencium aroma bisnis hal ini dijadikan sebuah bisnis yang spesifik, bisnis jastip.
Bahkan ada yang melakukan "live shopping". Maksudnya, saat dia belanja dan menemukan barang-barang unik dia langsung menawarkan ke pengguna jasa. Dengan menggunakan platform media sosial.
Barangnya pun beragam, mulai dari makanan hingga urusan fesyen.
Kompasianer, bagaimana Anda menanggapi fenomena jastip ini? Apakah bisnis jastip ini menjadi menjadi peluang usaha baru yang menjanjikan? Atau adakah kiat-kiat yang ingin dibagikan kepada kepada pembaca sebelum memulai bisnis jastip atau menggunakan jasa titipan ini?
Tuliskan opini Anda di Kompasiana terkait hal ini dengan menyematkan label Mau Jastip Dong (menggunakan spasi) di tiap artikelnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H