Perseteruan antara Komisi Pemilihan Umum DKI dengan Ketua DPD Partai Gerindra DKI Mohamad Taufik kian memanas.
Polemik ini bermula sejak KPU DKI menyatakan Mohamad Taufik tidak memenuhi syarat sebagai bakal caleg DPRD DKI Jakarta lantaran Taufik pernah menyandang status sebagai terpidana korupsi.
Taufik memang pernah divonis 18 bulan penjara pada 27 April 2004 karena dinyatakan terbukti merugikan negara sebesar Rp 488 juta dalam kasus pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.
Mengenai putusan ini, KPU DKI merujuk pada Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Legistlatif. Di dalamnya, disebutkan bahwa mantan terpidana korupsi dilarang untuk mengikuti proses pemilihan sebagai calon.
Menanggapi putusan KPU DKI, Taufik mengajukan gugatan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Menurutnya, PKPU Nomor 20 tahun 2018 menyalahi Undang-Undang No 27 tentang Pemilu.
Menanggapi gugatan ini, pada Jumat (31/8/2018) Bawaslu mengeluarkan putusan bahwa ini Taufik layak untuk menjadi bakal caleg DPRD DKI Jakarta.
Meski demikian, KPU DKI tak segera melaksanakan putusan Bawaslu. Pasalnya, sesusai putusan Bawaslu terbit, KPU RI mengeluarkan surat imbauan kepada seluruh KPUD provinsi untuk menunda eksekusi peneriman bakal caleg mantan terpidana korupsi sampai ada hasil uji materi di Mahkamah Agung. Tentu saja penundaan ini menuai reaksi dari Taufik yang menuntut segera direalisasikannya putusan Bawaslu.
Kompasianer, bagaimana opini Anda tentang perseteruan ini? Tuliskan artikel berisi pendapat Anda dengan mencantumkan label CALEGEKSKORUPTOR (tanpa spasi) pada setiap artikel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H