Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Masalah Upah Guru Honorer di Indonesia Masih Selayaknya Benang Kusut

28 Desember 2016   12:01 Diperbarui: 28 Desember 2016   12:33 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Unjuk rasa menuntut kesejahteraan guru honorer. Kompas.com

Pada 25 November setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Berdasarkan catatan sejarah, ketentuan ini tertulis dalam Kepres No. 78 Tahun 1994 dan dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Itu juga bertepatan dengan hari ulang tahun PGRI.

Berbicara soal guru seolah tidak jauh dengan kehidupan yang tidak sejahtera. Bukan bermaksud memberi penilaian prematur, tapi hal ini benar adanya. Tengoklah kondisi guru di daerah pedalaman yang jauh dari kata sejahtera meski di sisi lain ada upaya dari pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para pendidik seperti adanya program sertifikasi.

Itu baru guru yang berstatus sebagai PNS. Guru honorer nasibnya lebih sulit lagi. Di Indonesia ada banyak guru honorer yang sudah puluhan tahun mengabdi tetapi belum juga diangkat menjadi PNS. Padahal rasanya hal itu tudak sepadan apabila dibandingkan dengan beban kerja mereka.

Melihat nasib guru honorer pada Hari Guru Nasional 25 November lalu menjadi sebuah hal yang layak untuk diangkat ke permukaan. Dan berikut ini adalah beberapa ulasan Kompasianer melihat nasib guru honorer di Hari Guru Nasional bulan lalu.

1. Membandingkan Dua Guru Tak Selalu Sama, Apalagi Honornya

Demo pegawai honorer. Kompas.com
Demo pegawai honorer. Kompas.com
Rushans Novaly menulis sebuah ulasan yang membandingkan bahwa ada perbedaan dari nasib seorang guru dengan guru lainnya. Pertama, ada guru yang mengajar di tempat atau sekolah yang mewah. Dengan berbekal absensi sidik jari yang canggih, murid dapat dipantau kehadirannya di kelas.

Berbeda dengan guru yang mengajar di pinggiran sawah. Dengan banguan semi permanen yang tak layak, meski tidak ada alat secanggih kamera CCTV, guru dalam sekolah ini tidak akan pernah tertidur. Kedua guru ini memiliki nasib berbeda, termasuk dalam honornya.

Guru sekolah internasional memang lebih beruntung. Honor yang mereka terima jauh lebih besar ketimbang guru di sekolah pinggir sawah. Bila dihitung secara nominal rupiah yang diterima. Namun uniknya, bila dihitung dari seluruh pendapatan sekolah guru dari sekolah Internasional terhitung kecil.

Bahkan bila dibandingkan dengan biaya perbulan seorang siswa sekolah Internasional. Berbeda dengan guru sekolah pinggir sawah yang mendapat honor sangat besar karena siswa membayar tak sampai seratus ribu.

Lepas dari itu semua, karena hari ini hari guru dan saya juga seorang guru. Tak ada salahnya kita rayakan hari guru ini dengan semangat membangun manusia Indonesia. Manusia yang cerdas dan berbudi pekerti mulia. Tanpa mengeluh.

2. Mengurai Benang Kusut Masalah Guru Honorer

Ilustrasi guru honorer. Kompas.com
Ilustrasi guru honorer. Kompas.com
Artikel ini ditulis oleh Idris Apandi. Menurutnya, sebagaimana diketahui bahwa saat banyak guru honorer yang belum mendapatkan kesejahteraan yang layak seperti halnya guru PNS, walaupun beban kerjanya sama dengan PNS, bahkan ada yang melebihi beban kerja PNS karena ada merangkap menjadi Operator Sekolah.

Pada umumnya aturan pemberian honor di sekolah walau mengajar tatap muka sebulan, tapi honor yang diberikan adalah seminggu. Misalnya jika dalam seminggu mengajar 10 jam dan honor perjamnya adalah Rp 20.000, maka honornya adalah 10 JP x Rp 20.000 = Rp 200.000. 

Permasalahan guru honorer menjadi benang kusut. Tidak dapat dipungkiri sebenarnya pemerintah pun telah memberikan perhatian kepada guru honorer dalam bentuk mengangkat tenaga honorer kategori 2 (K-2), memberikan kesempatan untuk mengikuti sertifikasi, memberikan tunjangan meskipun memang jumlahnya tidak besar dan belum semua guru honorer menerimanya.

Guru honorer perannya tidak dapat dikesampingkan. Mereka secara nyata telah banyak berkontribusi mencerdaskan bangsa. Banyak yang bertugas di daerah terpenecil, terdalam, dan terluar.

3. Guru Honorer, Guru PNS, dan Guru Sejati

Kisah Guru Honorer Bergaji Rp 100.000 di Pedalaman NTT. Kompas.com
Kisah Guru Honorer Bergaji Rp 100.000 di Pedalaman NTT. Kompas.com
Setiap Perayaan Hari Guru selalu saja yang disinggung adalah honorer, sehingga saat ingat hari guru maka akan ingat banyaknya guru honorer yang ingin sekali menjadi PNS. Itulah yang diungkapkan Kang Nihat dalam ulasannya. Hal ini maklum saja,mengingat ada yang sudah mengabdi menjadi guru bertahun-tahun tetapi belum juga diangkat menjadi PNS.

Peran guru seharusnya mengabdi dengan sepenuh hati tanpa embel-embel nominal.Hal ini akan memunculkan pemikiran menjadi guru PNS enak sehingga saat mengajar tidak usah begitu gigih toh sudah diangkat dan pemikiran guru honorer akan mati-matian gigih mengabdi sampai ia diangkat menjadi PNS. Hal ini bisa menghilangkan tujuan awal mengajar sehingga tujuan akhirnya malah penghasilan.

Guru yang jika dijabarkan menjadi ‘Digugu dan Ditiru’ (Dipercaya murid dan menjadi sosok panutan murid) harusnya mengutamakan fungsinya sebagai pengajar murid.Harus mempunyai motivasi yang kuat untuk mencetak murid yang unggul baik otak dan akhlaknya.

Tetapi di lain pihak,masalah ekonomi tidak bisa begitu saja dikesampingkan sehingga guru harusnya memang diberi tempat layak, minimal diangkat menjadi PNS untuk guru yang sudah mengabdi bertahun-tahun.

Dan semestinya guru berperan layaknya guru yang mendidik dengan sepenuh hati,bukan menjadi guru yang malah dagang karena orientasinya penghasilan.

(YUD)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun