4. Uniknya Rupiah Pada Masa Pendudukan Jepang di Indonesia
Uniknya, ketika itu beredar tiga jenis uang kertas Jepang sekaligus. Yang paling dikenal adalah uang kertas yang sudah dipersiapkan Jepang sebelum menguasai Indonesia. Uang itu menggunakan bahasa Belanda, De Japansche Regeering (1942). Emisi yang diterbitkan memiliki nominal 1 Cent, 5 Cent, 10 Cent, ½ Gulden, 1 Gulden, 5 Gulden, dan 10 Gulden.
Jenis kedua menggunakan bahasa Jepang aksara Latin, Dai Nippon Teikoku Seihu, emisi 1943. Nominal yang diterbitkan adalah Rp ½, Rp 1, Rp 5, Rp 10, dan Rp 100. Percetakannya masih tetap sama, yakni Djakarta Insiatsu Kodjo.
Kini kedua mata uang tersebut telah menjadi bagian dari sejarah. Namun tidak tertutup kesempatan untuk digunakan sebagai sumber penelitian tentang sejarah perekonomian kala itu
5. Startup di Indonesia Wajib Tambahkan "Nuansa Lokal"
Sebut saja Sharp, yang belakangan banyak memproduksi kulkas bercorak bunga Mengkudu. Strategi serupa juga diterapkan perusahaan teknologi lainnya. Sebut saja Line Corporation, perusahaan teknologi yang menyediakan layanan media sosial. Sejak masuk ke pasar Indonesia pada tahun 2013, jumlah pengguna Line terus bertambah.
Biarpun demikian, kenyataannya, baru sedikit produk anak bangsa yang mengusung nuansa lokal pada fitur produknya. Lihat saja produk-produk startup di tanah air. Sebagian besar masih belum menemukan identitas yang jelas, karena yang ada di pikiran para pendirinya barangkali hanya “bisnis”, “bisnis”, dan “bisnis”. Padahal, kalau saja mereka menambahkan nuansa lokal pada produknya, bisa jadi, produk yang sudah dibuat akan tampak lebih menarik.
(YUD)