Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Banjir di Bandung Bukan Banjir Biasa

27 Oktober 2016   07:21 Diperbarui: 27 Oktober 2016   09:22 2383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir Bandung 24 Oktober 2016. Tribunnews.com

Arif melanjutkan, kecamatan Baleendah di kabupaten Bandung yang pada tahun 70-an sekitar 90 persen wilayahnya adalah daerah persawahan, saat ini dipenuhi dengan bangunan. Dari tahun 80-an sampai saat ini, hampir setengah luas lahan produktif di Baleendah disesaki dengan bangunan, menjadi kawasan ekonomi dan perkantoran. Dengan begini, wilayah resapan air di sekitar Citarum tentu berkurang.

Oleh sebab itulah, kecamatan Bojongsoang, Baleendah, dan Dayeuhkolot menjadi langganan banjir. Karena belum ada perhatian yang cukup dari pemerintah untuk menangani banjir, maka pada Maret lalu jangkauan banjir Bandung menjadi lebih luas. Banjir ini juga berdampak lebih dahsyat sampai merendam 35 ribu rumah di 15 kecamatan di kawasan Bandung Selatan.

Seluruh pernyataan ini terbukti pada banjir ekstrem yang terjadi tanggal 24 Oktober kemarin. Dikutip dari kompas.com, banjir yang terjadi di Jalan Pasteur Bandung itu bahkan sampai menelan korban jiwa. Selain itu, banjir juga tidak hanya menggenangi permukaan jalan. Derasnya luapan air yang tumpah hebat ke jalanan bahkan sampai menyeret beberapa kendaraan.

Salah satu penyebab cepatnya air meluap ke jalan adalah buruknya drainase yang ada di kawasan Pasteur. Kondisi tersebut juga diperparah dengan tingginya laju sedimentasi di daerah itu. Selain itu, terdapat juga keterlambatan dalam pengerukan sedimentasi di saluran air di belakang pusat perbelanjaan Bandung Trade Mall (BTC).

Sebagai upaya untuk penanganan banjir di Bandung, tidak hanya memperbaiki pembangunan fisiknya, tetapi juga membetulkan komitmen pemerintah yang belum memperlihatkan perlindungan pada warganya (sumber). Dewan Eksekutif Kemitraan Habitat, Nirwono Joga, menuturkan beberapa hal yang harus dibenahi oleh Kota dan Kabupaten Bandung. Pertama, revitalisasi saluran drainase. Daya tampung air yang ada di Bandung harus diperbesar dari 1,5 meter menjadi 2,5 sampai 3 meter.  

Kedua, mengubah pendangan pemerintah untuk mengatasi banjir. Selama ini, pemerintah berpikir mengenai cara untuk membuang air sebanyak-banyaknya ketika hujan turun. Padahal, seharusnya, bagaimana air itu ditampung. Jadi ketika hujan, air bisa mengalir melalui saluran yang semestinya dan bermuara di danau, waduk, dan sebagainya.

Di samping itu, menurut Nirwono, Bandung juga harus memperbanyak Ruang Terbuka Hijau (RTH). Yang ditekankan disini adalah bukan hanya mempercantik taman, tetapi juga memperbanyak taman. RTH Bandung harus mencapai 30 persen jika tidak ingin banjir melanda semakin tinggi setiap tahunnya.

Selain itu, menurut kompasianer ACJP Cahayahati, walaupun banjir Bandung cepat surut karena letak geografisnya yang miring ke Selatan, ini tidak bisa didiamkan terus-menerus. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah kota dan kabupaten Bandung. Menurutnya, pertama adalah tidak menambah air longsoran. Karena Bandung yang dikelilingi gunung dan berada di cekungan ini, keadaannya sangat bergantung dari resapan air di sekeliling lereng-lereng di atasnya.

Air hujan bisa bebas "terjun" tanpa hambatan disebabkan oleh terus berkurangnya wilayah resapan air di Bandung Utara. Padahal, jika wilayah utara masih banyak pohon, air hujan yang turun bisa tertahan mencapai kedalaman 15 cm. Tidak hanya dibangun permukiman, tetapi juga dialihkan untuk kawasan kuliner dan wisata sehingga pembukaan akses jalan pun juga semakin banyak. Ini berarti semakin mengurangi daerah resapan untuk kota dan kabupaten Bandung yang berada di bawahnya.

Kedua, sungai seharusnya bebas sampah sehingga air pada gorong-gorong sepanjang jalan dapat mengalir dengan lancar. Menurut ACJP, ini merupakan hal yang sulit diubah jika dari manusianya sendiri tidak berniat untuk berubah. Harus ada gebrakan yang tidak biasa untuk mengubah ini. Hal ini juga tidak dapat diselesaikan dalam program gubernur atau walikota atau bupati yang hanya menjabat 5 tahun saja, tetapi mungkin butuh hingga dekade untuk menuntaskannya.

Ketiga, tidak ada efek perubahan iklim. ACJP menuliskan bahwa daerah Bandung, seperti yang sudah diprediksi oleh BMKG, memang merupakan daerah yang memiliki curah hujan tidak normal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun