Syafrin Yunus menggambarkan, dibandingkan dengan anak muda yang sekarang sering berfoya-foya serta mengkultuskan gaya hidup, santri justru berdiam diri sambil belajar dan mengaji. Menurutnya, santri yang jauh dari orangtua lebih bisa mandiri, mereka mampu mengatur hidupnya lebih baik ketimbang anak yang tinggal dengan orangtuanya. Â
Walaupun terkesan terlalu terisolir dari dunia luar akibat posesifnya orangtua asuh yang ada di pesantren, nyatanya para santri tetap update informasi. Semua ini berkat perkembangan pondok pesantren yang tidak sekaku dulu dan mulai berdamai dengan modernitas tanpa menghilangkan esensi dari pondok dan ilmu yang diajarkannya.
Santri pada dasarnya sama seperti anak pada umumnya, mereka juga membutuhkan pergaulan dan membutuhkan narsism,eksistensi yang berlebih dan biasa disebut narsis oleh anak muda. Mereka juga aktif di sosial media dan berkenalan dengan dunia luar lewat sana.
Hal ini diamini oleh Azizatul Luthfiyah, menurutnya telah banyak bermunculan santri kekinian, merujuk pada perkataan anak muda yang mengikuti zaman dan disebut kekinian.menurutnya, santri berpakaian sederhana bukan berarti kuno, bukan juga ketinggalan zaman, semua itu muncul karena penggambaran seorang santri haruslah sederhana.
Santri kekinian menurutnya adalah santri yang mengikuti trand di medsos. Dengan tentu saja mengikuti ajaran-ajaran di pondok pesantren. Konten yang di buat di medsos juga meliputi ajakan-ajakan dan himbauan agama. (LUK/YUD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H