Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

3 Ulasan yang Mengingatkan Kembali pada Gerakan 30 September

21 Oktober 2016   16:01 Diperbarui: 24 Oktober 2016   08:43 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monumen Pancasila. Kompas.com

30 September 1965 menjadi sejarah kelam bangsa Indonesia. Tujuh perwira tinggi militer Indonesia menjadi korban kekejaman aksi ini. Kala itu usaha percobaan kudeta menyeruak, dan PKI menjadi tertuduh dalang aksi ini.

Karena kejadian inilah pemerintah bereaksi dan melakukan penumpasan. Kisah kelam ini tertulis jelas dalam buku ingatan dan akan terus dikenang sebagai bagian dari kepingan sejarah.

Tragedi ini mungkin menyakitkan untuk diingat namun tidak ada salahnya jika kita kembali membuka lembaran-lembaran yang terkumpul tentang G30S. Dan berikut ini adalah beberapa ulasan terpilih yang dapat mengingatkan kita kembali pada sejarah kelam bangsa ini.

1. Tragedi yang Terlanjur Lahir dalam Sebuah Buku

Cuplikan layar berita pemberangusan buku PKI. Dok. Kompasianer Okta Wiguna
Cuplikan layar berita pemberangusan buku PKI. Dok. Kompasianer Okta Wiguna
Pada bulan Mei lalu, sebuah buku berjudul The Missing Link G30S: Misteri Sjam Kamaruzzaman da nBiro Chusus PKI disita aparat Polres Sukoharjo, Jawa Tengah. Ini dikarenakan buku tersebut memuat ide pemahaman komunisme.

Achmad Saifullah Syahid mengatakan bahwa praktik pelarangan buku di Indonesia muncul pertama kali pada akhir 1950an, seiring dengan meningkatnya kekuasaan militer dalam peta perpolitikan Indonesia.

Alasan ideologis, membahayakan Pancasila, meresahkan masyarakat adalah jenis buku yang dilarang beredar. Tentu saja hal ini dikarenakan penguasa memiliki "selera" tersendiri perihal jenis-jenis buku yang dilarang.

G30S adalah sejarah kelam yang juga tercetak dalam berbagai buku di Indonesia. Dan ini tidak akan bisa dihindari lagi. Menurut Achmad, begitu dahsyat ketika sebuah imajinasi, gagasan atau pengalaman sejarah terlanjur lahir dalam sebuah buku. Dan pembredelan serta pelarangan buku nampaknya akan selalu ada dan terus berlangsung sepanjang ide, gagasan, pengalaman manusia seperti tragedi G30S ini mengalir dan mencari bentuknya dalam sebuah karya tulis.

2. Film G30S Itu Membuat Saya Trauma Sangat Dalam

Cuplikan layar film G30S. Ensiklopedi Indonesia
Cuplikan layar film G30S. Ensiklopedi Indonesia
Setiap kali kalender menunjukkan tanggal 30 September, ada yang membuat pikiran dalam suasana mencekam, menyeramkan dan sangat menakutkan. Ya, Endro S Efendi sejak sekolah dasar sangat trauma dengan film yang menunjukkan kekejaman PKI di tragedi G30S.

Bahkan hingga dewasa, usia SMP perasaan tersebut belum dapat hilang. Setiap kali ada pemutaran film ini, Endro lebih memilih menutup telinga. Puncaknya, saat SMA ia secara terpaksa mengunjungi Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya dan ia benar-benar syok saat itu.

Memang pada era kepemimpinan Soeharto, film-film tentang kekejaman PKI dan tragedi G30S seringkali ditayangkan. Ada banyak pihak yang menganggap bahwa hal ini adalah sebuah bentuk propaganda agar PKI sulit berkembang di Indonesia dan agar masyarakat membentuk citra menyeramkan dalam benak mereka tentang PKI.

Memang hingga saat ini tidak ada yang tahu pasti apakah pemutaran film G30S yang menampilkan kekejaman PKI adalah bentuk cara untuk meyakinkan masyarakat akan kekejaman partai ini atau bukan. Yang jelas hingga kini masih timbul kontriversi terkait benar atau tidaknya semua kejadian tersebut.

3. Adakah Amerika dalam Pemberantasan PKI?

Monumen Pancasila Sakti. Kompas.com
Monumen Pancasila Sakti. Kompas.com
Ada banyak versi soal tragedi G30S dan PKI. Bahkan tidak sedikit yang menyebutkan bahwa the man behind the gun dari pemberantasan PKI adalah Amerika Serikat. Teori-teori konspirasi ini diulas oleh Delianur dalam artikelnya.

Menurutnya, pada masa itu Soekarno dikenal dekat dengan Rusia dan Tiongkok, sementara PKI adalah partai yang lekat dengan dua negara tersebut. Adapun Amerika dan Uni Soviet adalah negara adidaya dunia yang sedang berebut pengaruh. Tetapi "aroma" keberadaan Amerika bisa juga dilihat dari hal lain. Misalnya dari strategi komunikasi memberangus PKI.

Delianur kemudian membahasnya dengan mengaitkan pada teori komunikasi. Dalam perspektif Kritis, objek komunikasi adalah orang berdaya dan berpotensi. Karenanya komunikasi adalah proses dialektis pemaknaan pesan.

Sebagai paradigm yang mengadopsi ilmu alam, cara berpikir ilmu alam pun sangat kental dalam perspektif ini. Seperti teori komunikasi Shanon and Weaver yang mengadopsi sistem transmisi pesan dalam dunia elektronika. Karena adopsi dari ilmu alam inilah maka komunikasi dalam perspektif Amerika berjalan linear, sistematis, detail dan menyeluruh.

Pola komunikasi inilah yang menurut Delianur terlihat dari upaya pemberangusan PKI. Lihat saja, pemerintahan orde baru tidak pernah membangun komunikasi dialog untuk mengingatkan letak bahaya PKI. Pola yang dilakukan berupa linier berupa doktrinasi.

Faktanya setelah itu menurut Delianur, Indonesia menjadi sangat Amerika oriented. Pada 7 April 1967 misalnya. Pada tanggal itu Indonesia menandatangani kontrak karya dengan Freeport McMoran untuk mengelola bukit emas di Irian Jaya.

(YUD)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun