Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Salah Kaprah Sensor Televisi Indonesia

11 Oktober 2016   15:08 Diperbarui: 11 Oktober 2016   23:47 1647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga yang mengawasi tayangan publik kembali mendapat sorotan beberapa waktu lalu.

Hal ini berawal dari sebuah stasiun televisi swasta yang menayangkan rangkaian persiapan PON cabang olahraga renang. Materi dalam liputan tersebut mengulas atlet renang yang tengah mengikuti persiapan PON Jabar, namun yang mengherankan adalah gambar atlet tersebut diblur layaknya gambar pornografi.

Meski KPI telah menyangkal dan menjelaskan bahwa hal tersebut dilakukan atas inisiasi stasiun televisi yang bersangkutan, nama KPI tetap menjadi incaran kritik para netizen.

Tentu saja hal ini mengundang banyak komentar termasuk Kompasianer. Berikut ini adalah 4 komentar tentang salah kaprah sensor televisi di Indonesia.

1. Swa-sensor Bikini nan Lebai

Atlet renang yang disensor. Tribunnews.com
Atlet renang yang disensor. Tribunnews.com
"Lebai." Itulah kata pertama yang ditulis oleh Denny S. Batubara dalam artikelnya. Dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dikeluarkan oleh KPI secara jelas tertulis bagian tubuh mana saja yang tidak boleh ditampilkan di layar tv.

Dalam peraturan itu tertulis bahwa paha, belahan dada, bokong dan beberapa bagian tubuh lainnya tidak diperbolehkan ditampilkan secara langsung, namun tidak jelas bagaimana jika kasusnya pada tayangan olahraga seperti renang ini.

Menurut Denny, media pun seharusnya paham bahwa penayangan materi olahraga memiliki konteks yang berbeda dengan pornografi. Karena belakangan diketahui bahwa penyensoran ini atas dasar inisasi stasiun televisi yang bersangkutan, swa-sensor ini bisa disimpulkan karena kesalahan penafsiran aturan yang ada.

Swa-sensor yang terjadi pada stasiun televisi seperti ini memang kerap menjadi anomali. Umumnya media ditegur karena pelanggaran etika, tapi kali ini malah ditegur karena melakukan sensor yang berlebihan.

Persoalan etika penyiaran tidak lepas dari pantas dan tidak pantas, boleh dan tidak boleh. Teguran-teguran dari KPI pula yang mungkin menyebabkan adanya sebuah stasiun tv yang mencantumkan tulisan 18+ di layar pada sebuah acara berita yang tayang malam hari.

2. Salah Kaprah Sensor Tayangan Televisi

Ilustrasi. Rf.com
Ilustrasi. Rf.com
"Mungkin karena dianggap membuka aurat dan memperlihatkan sebagian anggota tubuh, maka tayangan atlet renang tersebut diblur," ujar Suci Handayani Harjono mengawali ulasannya.

Dalam undang-undang, memang dikatakan bahwa konten yang mengandung unsur kekerasan, cabul sara dan beberapa pelanggaran lain layak untuk dikenai sensor, baik di blur maupun dipotong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun