Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pendidikan, Penganiayaan, dan 5 Pandangan Kekerasan terhadap Guru

14 September 2016   10:37 Diperbarui: 14 September 2016   19:11 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pahlawan tanpa tanda jasa. Sebutan itulah yang melekat pada mereka para tenaga pendidik yang menjadi orangtua bagi setiap anak di sekolah. Dahulu sosok guru begitu sangat dihormati bahkan hampir tidak ada satu pun anak murid yang berani membantah. Sangat jauh berbeda dengan sekarang.

Beberapa waktu lalu dunia pendidikan Indonesia kembali dibuat heboh dengan kasus penganiayaan terhadap guru di sebuah SMK di Makassar. Pelaku penganiayaan adalah orangtua murid yang anaknya dihukum karena tidak membawa perlengkapan sekolah.

Kasus ini tentu saja mendapat sorotan dan menjadi viral di media sosial. Berbagai reaksi bermunculan dari netizen termasuk Kompasianer. Lalu bagaimana reaksi dan pendapat Kompasianer akan hal ini? Berikut ini adalah 5 tanggapan Kompasianer tentang kasus penganiayaan guru di Indonesia.

1. Penganiayaan Guru, Guru Cubit Murid, dan Sekolah Sepanjang Hari

Dasrul, guru SMK 2 Makassar yang dianiaya. Tribunnews.com
Dasrul, guru SMK 2 Makassar yang dianiaya. Tribunnews.com
Kompasianer Susy Haryawan melihat bahwa dalam fenomena in iada sebuah keyakinan bahwa pendidikan membutuhkan sebuah keteladanan. Seorang anak bisa menjadi toleran ketika misalnya pejabat yang berwenang pun mengajarkan hal serupa. Intinya harus ada sebuah panutan yang benar-benar bisa dijadikan pegangan.

Sistem pendidikan harus dibenahi agar Indonesia dapat memperoleh bangsa yang maju dan bukan hanya menjadi isapan jempol. Jika masih ada kasus seperti ini, jangan harap akan ada perubahan yang signifikan dari pendidikan Indonesia.

2. Dasrul, Miniatur Guru Indonesia

Ilustrasi. Rf.com
Ilustrasi. Rf.com
Dasrul, guru SMK di Makassar yang mendapat penganiayaan dari anak didiknya adalah korban dari perlakuan biadab. Itulah yang diaktakan Dudung Nurullah dalam ulasannya.

Menurutnya, jika bertanya siapa yang salah, maka semua pihak patut disalahkan. Imunitas guru pun harus menjadi perhatian. Pemerintah terlalu sibuk melindungi guru dari berbagai pelecehan di lapangan dan upah guru pun masih belum sesuai.

Selama guru kit terlahir dari pribadi yang tidak bangga menjadi guru, tidak cinta peserta didik dan tidak mengenali profesi maka selama itulah pendidikan kita setiap tahun akan ada guru yang dilukai.

3. Kekerasan terhadap Guru: Ajang Introspeksi

Ilustrasi. Rf.com
Ilustrasi. Rf.com
Muhaimin Abdullah mengatakan bahwa kekerasan dalam dunia pendidikan dalam bentuk apapun tidak dibenarkan. Namun ada juga yang mengatakan bahwa kekerasan yang wajar untuk tujuan mendidik boleh saja dilakukan. Sayang hal ini belum ada aturan tertulis yang menopangnya.

Berbeda dengan zaman 90an di mana ketika guru melakukan kekerasan pada anak didiknya berarti anak tersebut memang melakukan kesalahan. Berbeda dengan sekarang di mana guru bisa saja dipenjara hanya karena mencubit muridnya. Sebenarnya sebagai pendidik maka akan lebih baik jika tugas tersebut dilakoni dengan menyertakan kesabaran apalagi jika si anak berada dalam usia yang labil. Meski demikian tidak ada alasan juga untuk menganiaya guru.

4. Ketika Pendidikan Terjebak Kepentingan Reproduksi Kelas

Ilustrasi. Shutterstock
Ilustrasi. Shutterstock
Kepekaan kita terhadap rasa sakit yang melukai pendidikan bertambah tumpul. Kita berada dalam situasi emosi yang diam-diam menilai bahwa kasus kekerasan yang terjadi pada guru tidak usah dikhawatirkan secara berlebihan. Seperti itulah yang dikatakan Achmad Saifullah Syahid dalam artikelnya.

Ditambah posisi status sosial guru yang entah sampai kapan terkesan sebagai Oemar Bakri yang layak disantuni dan perlu diberdayakan kehidupan ekonominya. Walaupun sertifikasi guru telah menjamin kehidupan ekonomi guru lebih meningkat namun hal itu bukan berarti guru aman dari “tindak pemangsaan”.

Penganiayaan pada guru sejatinya bukan sebatas tindak kejahatan fisik. Guru yang dipukuli atau guru yang dikriminalisasi merupakan percikan di antara gelombang besar penganiayaan guru.

5. Sekolah Aman untuk Amankan Generasi Masa Depan

Ilustrasi. Shutterstock
Ilustrasi. Shutterstock
Elina Kharisma berpendapat bahwa sekolah sejatinya adalah tempat orangtua mempercayakan anaknya agar mendapat ilmu pengetahuan, mengembangkan bakat dan karakter mereka. Untuk itu guru harus bisa mendisiplinkan anak didiknya, namun tidak harus dilakukan dengan kekerasan fisik maupun verbal.

Kekerasan dengan alasan mendisiplinkan sudah tidak relevan seiring dengan perkembangan zaman. Hal tersebut juga tidak menjamin adanya perubahan sikap pada peserta didik.

Guru harus mampu mendidik dengan penuh kasih sayang, sekalipun murid melakukan kesalahan. Olehkarena itu prinsip antikekerasan harus dicontohkan oleh para guru pada anak didiknya. Jika guru gagal mengenalkan prinsip ini, maka dapat dikatakan sekolah pun gagal mempraktikannya. Maka anti kekerasan akan hanya menjadi slogan belaka.

(YUD)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun