Pahlawan tanpa tanda jasa. Sebutan itulah yang melekat pada mereka para tenaga pendidik yang menjadi orangtua bagi setiap anak di sekolah. Dahulu sosok guru begitu sangat dihormati bahkan hampir tidak ada satu pun anak murid yang berani membantah. Sangat jauh berbeda dengan sekarang.
Beberapa waktu lalu dunia pendidikan Indonesia kembali dibuat heboh dengan kasus penganiayaan terhadap guru di sebuah SMK di Makassar. Pelaku penganiayaan adalah orangtua murid yang anaknya dihukum karena tidak membawa perlengkapan sekolah.
Kasus ini tentu saja mendapat sorotan dan menjadi viral di media sosial. Berbagai reaksi bermunculan dari netizen termasuk Kompasianer. Lalu bagaimana reaksi dan pendapat Kompasianer akan hal ini? Berikut ini adalah 5 tanggapan Kompasianer tentang kasus penganiayaan guru di Indonesia.
1. Penganiayaan Guru, Guru Cubit Murid, dan Sekolah Sepanjang Hari
Sistem pendidikan harus dibenahi agar Indonesia dapat memperoleh bangsa yang maju dan bukan hanya menjadi isapan jempol. Jika masih ada kasus seperti ini, jangan harap akan ada perubahan yang signifikan dari pendidikan Indonesia.
2. Dasrul, Miniatur Guru Indonesia
Menurutnya, jika bertanya siapa yang salah, maka semua pihak patut disalahkan. Imunitas guru pun harus menjadi perhatian. Pemerintah terlalu sibuk melindungi guru dari berbagai pelecehan di lapangan dan upah guru pun masih belum sesuai.
Selama guru kit terlahir dari pribadi yang tidak bangga menjadi guru, tidak cinta peserta didik dan tidak mengenali profesi maka selama itulah pendidikan kita setiap tahun akan ada guru yang dilukai.
3. Kekerasan terhadap Guru: Ajang Introspeksi
Berbeda dengan zaman 90an di mana ketika guru melakukan kekerasan pada anak didiknya berarti anak tersebut memang melakukan kesalahan. Berbeda dengan sekarang di mana guru bisa saja dipenjara hanya karena mencubit muridnya. Sebenarnya sebagai pendidik maka akan lebih baik jika tugas tersebut dilakoni dengan menyertakan kesabaran apalagi jika si anak berada dalam usia yang labil. Meski demikian tidak ada alasan juga untuk menganiaya guru.
4. Ketika Pendidikan Terjebak Kepentingan Reproduksi Kelas
Ditambah posisi status sosial guru yang entah sampai kapan terkesan sebagai Oemar Bakri yang layak disantuni dan perlu diberdayakan kehidupan ekonominya. Walaupun sertifikasi guru telah menjamin kehidupan ekonomi guru lebih meningkat namun hal itu bukan berarti guru aman dari “tindak pemangsaan”.
Penganiayaan pada guru sejatinya bukan sebatas tindak kejahatan fisik. Guru yang dipukuli atau guru yang dikriminalisasi merupakan percikan di antara gelombang besar penganiayaan guru.
5. Sekolah Aman untuk Amankan Generasi Masa Depan
Kekerasan dengan alasan mendisiplinkan sudah tidak relevan seiring dengan perkembangan zaman. Hal tersebut juga tidak menjamin adanya perubahan sikap pada peserta didik.
Guru harus mampu mendidik dengan penuh kasih sayang, sekalipun murid melakukan kesalahan. Olehkarena itu prinsip antikekerasan harus dicontohkan oleh para guru pada anak didiknya. Jika guru gagal mengenalkan prinsip ini, maka dapat dikatakan sekolah pun gagal mempraktikannya. Maka anti kekerasan akan hanya menjadi slogan belaka.
(YUD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H