Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menyikapi Maraknya Berburu Pokemon

4 Agustus 2016   10:26 Diperbarui: 6 Agustus 2016   17:20 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompas.com/David Oliver Purba

Bulan lalu pada tanggal 6 Juli 2016, tiga negara mendapat kesempatan untuk menjadi tempat pertama kali dirilisnya game Pokemon Go. Tiga negara ini yakni Amerika Serikat, Australia dan Selandia Baru. Namun meski baru hadir resmi di tiga negara, netizen di negara lain bisa ikut memainkannya dengan beberapa trik.

Indonesia adalah salah satu negara yang menyambut kehadiran game besutan Niantic Lab dan Nintendo ini. Pasalnya, serial animasi Pokemon yang tayang pada tahun 2000an pun kala itu menjadi salah satu kartun yang paling digandrungi. Sangat wajar jika kemudian meluncurnya game ini menjadi sebuah fenomena tersendiri di kalangan pecinta permainan digital.

Game ini bekerja dengan teknologi realitas tertambah (Augmented Reality/AR). Permainan ini menggabungkan lokasi dunia nyata dengan teknologi digital yang berdasarkan pemetaan GPS. Kesuksesan Pokemon Go menarik minat pecinta game di seluruh dunia membuahkan beragam cerita. Ada yang menemukan mayat saat memainkan Pokemon Go, ada juga yang ditangkap karena mengejar Pokemon hingga area terlarang.

Cerita positif dan negatif bermunculan satu per satu. Tentu saja hal ini mengundang reaksi dari banyak pihak, termasuk pemerintah. Bahkan, beberapa lembaga pemerintah melarang anggotanya bermain Pokemon Go dengan alasan dapat mengurangi konsentrasi dan bisa menurunkan kinerja saat bekerja.

Melihat antusiasme ini, Kompasiana juga tertarik melakukan sebuah jajak pendapat. Dalam diskusi Pro Kontra kami memberi sebuah statement "Pokemon Go Berbahaya" dan hasilnya, sebanyak 6 Kompasianer Pro dengan argumen ini dan 9 Kompasianer menyatakan Kontra.

Marendra Agung adalah salah satu yang menilai bahwa Pokemon Go memberi dampak berbahaya bagi pemainnya. Menurutnya, target market dari permainan ini adalah usia muda atau anak-anak. Secara psikologis pada rentang usia ini masih bisa dibilang labil dan tentu belum dewasa. Maka jika tidak dibatasi akan berdampak buruk pada psikologi anak muda.

"Anak muda kita ditakutkan akan terus menerus secara tidak sadar memelihara kekanak-kanakannya, dan semakin dijauhkan dari isu-isu atau pun masalah-masalah real disekitar mereka," tulis Marendra.

Ia melanjutkan, jika game virtual ini kemudian bisa memincut anak-anak muda, maka anak muda akan terjerat dengan wabah ketidakpastian pikiran dan kesempitan pandangan hidup mereka.

Kemudian dengan adanya game ini mereka akan mengalami kegamangan sikap di mana kenyataan sosial di sekitar mereka yang memerlukan kepedulian, di kaburkan oleh ilusi yang hadir pada game ini.

Memang, beberapa pihak menganggap Pokemon Go ini berbahaya. Bahkan permainan ini dikaitkan dengan isu privasi, intelijen dan keamanan negara. Kepala Badan Intelejen Negara (BIN), Sutiyoso pun berkomentar, "Sangat mungkin (mengancam keamanan negara). Permainan itu kan membutuhkan kamera. Kalau dimainkan di instalasi penting seperti objek vital asrama Kepolisian, TNI, atau intelijen tentu bisa dibaca oleh intelijen gambar-gambar itu," ujar Sutiyoso sebagaimana diberitakan Kompas.com

Senada dengan Marendra, Kompasianer lain yang menilai bahwa Pokemon Go berbahaya adalah Khalid Hanafi. Menurutnya, permainan ini bisa membahayakan bagi generasi muda bangsa.

"Apa jadinya negara ini bila kaum muda disibukkan oleh hal yang kurang membawa manfaat bagi bangsa ini," ujar Khalid.

"Setiap detik, setiap jam yang dipikirkan hanyalah game, sedangkan kita tahu game ini tidak membuat perubahan bagi negara ke arah yang lebih baik. Ke arah yang lebih buruk pasti. Kenapa tidak kita ajak kaum muda untuk memikirkan kemajuan bangsa," tambahnya.

Tapi tentu saja tidak akan adil jika hanya memberi penilaian dari satu sisi saja. Dan pada kenyataannya, tidak sedikit yang memberi penilaian positif pada candu Pokemon Go ini.

Seperti salah satunya adalah Restu Puji Setiyawan. Menurutnya, pada dasarnya video game seperti Pokemon Go ini tidaklah berbahaya. Hanya para pengguna harus punya kepekaan pada lingkungan sekitar.

"Menurut saya game Pokemon GO sendiri tidaklah berbahya. Hanya saja user-lah yang harus memiliki tingkat kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan sekitar," tulis Restu.

Bahkan menurutnya, POkemon Go adalah permainan yang membawa inovasi baru yang telah diaplikasikan dan memberi keasyikan tersendiri bagi penggunannya.

"Game ini sendiri membawa terobosan terbaru dalam dunia game. Tidak hanya itu, game ini menuntut user untuk bergerak, hal ini memaksa gamer yang tadinya hanya duduk manis menjadi bergerak ke suatu tempat di mana pokemon tersebut berada," lanjutnya.

Ia pun menambahkan bahwa game ini sejatinya memberikan informasi mengenai sebuah tempat yang dikunjungi pemainnya. Memang, dalam permainan yang juga menggunakan teknologi GPS ini mengharuskan kita berjalan dari satu tempat ke tempat lain bahkan meski kita belum mengenal jauh tempat tersebut. Namun saat kita mengunjungi sebuah tempat, layar ponsel akan menunjukkan citra dan informasi mengenai lokasi tersebut.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara juga turut memberi komentar tentang permainan ini. Pada awalnya memang ada saja netizen yang berkomentar dan meminta agar permainan ini diblokir, namun belum ada wacana resmi tentang pemblokiran ini.

"Saya sudah ketemu dengan Google di Jakarta. Ini kan permainan milik perusahaan yang jadi bagian mereka (Niantic) dan memakai data pemetaan dari Google Maps. Karena itu saya minta untuk tidak memakai peta objek vital nasional di dalamnya. Anak saya juga main game itu kok," kata Rudiantara pada Kompas.com

Selain Restu, Kompasianer lain yang juga memberi penilaian positif pada permaianan ini adalah Y. Banu. Menurutnya, tidak ada yang perlu ditakutkan dari Pokemon Go ini. Malah permainan ini memberi ruang gerak bagi pemainya agar tidak statis dan hanya memerhatikan layar ponsel saja.

"Ini hanya permainan biasa. Tinggal bagaimana penggunanya memainkan secara bijak. Selain itu cari tahu juga untuk kalangan usia berapa, jika anak Anda ingin main, dampingilah. Jangan biarkan bermain sendiri," tulis Banu.

"Di samping itu masih ada sisi positif dari game ini, kita bisa berolahraga keluar rumah, jalan-jalan, sosialisasi bahkan berkenalan dengan sesama pemain game ini bila bertemu di suatu tempat. So, tidak ada yang membahayakan dari game ini," lanjutnya.

Memang, Niantic sendiri sebagai pengembang tidak memberikan batasan usia khusus untuk pemain Pokemon Go ini. Permainan ini dapat dimainakan oleh semua usia. Tapi secara psikologis, sebaiknya permainan ini dimainkan oleh anak berusia di atas 12 tahun. Karena pada usia ini kesadaran anak akan lingkungan sekitar jauh lebih peka dibandingkan dengan usia di bawahnya.

Itulah pandangan Kompasianer tentang Pro Kontra demam Pokemon Go yang tengah melanda dunia. Lalu bagaimana pendapat Anda? (YUD)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun