Puisi memiliki bentuknya sendiri di dunia kesusteraan. Berbeda dengan cerpen ataupun prosa, yang menuntut kekuatan karakter, latar dan alur yang jelas. Jika diibaratkan dengan seorang yang berlari, maka puisi bisa berlari dengan satu kaki.
Namun, kadang yang menjadi perdebatan adalah: "apa beda puisi dengan berita?" Jawaban sederhana untuk itu tentu wujudnya. Berita tidak ditulis dengan larik; satuan baris.
Najwa Shihab pernah berkelakar saat menjadi moderator untuk Sapardi dan Joko Pinurbo di Asian Literally Festival, "Oh, itu sudah titik. Saya kira masih ada lanjutannya. Penyair memang begitu, ya, suka-suka sekali menaruh tanda titik,". Kelakar itu Najwa tunjukan pada Joko Pinurbo.
Dengan bentuk Kompasiana yang satu tahun belakangan ini sudah memiliki wajah baru dan mengalami beberapa perubahan pada dasbor, sedikit-kurangnya mengubah juga "pola" menulis. Perubahan itu jelas terlihat pada saat mengunggah gambar, dan yang paling kentara: membentuk larik-larik ketika menulis puisi.
Layaknya logika perubahan, semua mesti diterima dengan cara yang baik. Sebab perubahan akan berbanding lurus ke arah yang lebih baik. Dan, bila kembali pada membentuk larik --supaya jelas yang ditulis itu adalah puisi, bukan berita-- pada dasbor Kompasiana, berikut kami berikan sedikit tutorialnya berdasarkan "pola" menulis di Kompasiana:
1. Bila Langsung Menulis di Dasbor Kompasiana dengan PC Komputer
Saat Kompasianer menuliskan puisi, pada akhir larik, bisa tekan tombol Shift + Enter bersama. Itu berfungsi untuk merapatkan antar larik satu dengan larik selanjutnya. Seperti pada contoh ini:
Untuk Kompasianer yang ingin menulis langsung di mobile/smartphone, Dasbor Kompasiana masih belum memungkinkan membentuk larik jadi merapat.