Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Tutorial Artikel Utama

[Tutorial] Membentuk Larik-larik Puisi

25 Juli 2016   15:13 Diperbarui: 24 Desember 2018   13:05 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi memiliki bentuknya sendiri di dunia kesusteraan. Berbeda dengan cerpen ataupun prosa, yang menuntut kekuatan karakter, latar dan alur yang jelas. Jika diibaratkan dengan seorang yang berlari, maka puisi bisa berlari dengan satu kaki.

Namun, kadang yang menjadi perdebatan adalah: "apa beda puisi dengan berita?" Jawaban sederhana untuk itu tentu wujudnya. Berita tidak ditulis dengan larik; satuan baris.

Najwa Shihab pernah berkelakar saat menjadi moderator untuk Sapardi dan Joko Pinurbo di Asian Literally Festival, "Oh, itu sudah titik. Saya kira masih ada lanjutannya. Penyair memang begitu, ya, suka-suka sekali menaruh tanda titik,". Kelakar itu Najwa tunjukan pada Joko Pinurbo.

Dengan bentuk Kompasiana yang satu tahun belakangan ini sudah memiliki wajah baru dan mengalami beberapa perubahan pada dasbor, sedikit-kurangnya mengubah juga "pola" menulis. Perubahan itu jelas terlihat pada saat mengunggah gambar, dan yang paling kentara: membentuk larik-larik ketika menulis puisi.

Layaknya logika perubahan, semua mesti diterima dengan cara yang baik. Sebab perubahan akan berbanding lurus ke arah yang lebih baik. Dan, bila kembali pada membentuk larik --supaya jelas yang ditulis itu adalah puisi, bukan berita-- pada dasbor Kompasiana, berikut kami berikan sedikit tutorialnya berdasarkan "pola" menulis di Kompasiana:

1. Bila Langsung Menulis di Dasbor Kompasiana dengan PC Komputer

Saat Kompasianer menuliskan puisi, pada akhir larik, bisa tekan tombol Shift + Enter bersama. Itu berfungsi untuk merapatkan antar larik satu dengan larik selanjutnya. Seperti pada contoh ini:

Sampai di ujung larik, tekan tombol Shift + Enter bersamaan
Sampai di ujung larik, tekan tombol Shift + Enter bersamaan
Setelah itu, Kompasianer bisa melanjutkan larik berikutnya dengan langkah yang sama hingga puisi selesai.

Bait puisi yang sudah jadi dengan jarak antar larik yang rapat
Bait puisi yang sudah jadi dengan jarak antar larik yang rapat
Perlu diingat juga, berikan jeda satu spasi diakhir larik --baik itu setelah tanda baca atau tidak-- guna memberi jarak ketika hasil puisi setelah ditayangkan; tidak saling merapat antar larik. Lihat contoh berikut:

Contoh bila pada akhir larik tidak diberikan jarak satu spasi
Contoh bila pada akhir larik tidak diberikan jarak satu spasi
Pada kata "sederhana:" dan "dengan"; "diucapkan" dan "kayu" di bait puisi itu akan terlihat rapat. Padahal, yang sebenarnya adalah kedua kata itu sudah berbeda larik. Hasilnya akan berbeda jika memberika jarak satu spasi. Bila dilihat dari laman fiksiana.kompasiana.com atau jika puisi itu dibagikan di sosial media akan seperti ini:

Bila pada akhir larik sudah diberikan satu spasi.
Bila pada akhir larik sudah diberikan satu spasi.
2. Bila Langsung Menulis di Laman Dasbor Kompasiana dengan Mobile/smartphone

Untuk Kompasianer yang ingin menulis langsung di mobile/smartphone, Dasbor Kompasiana masih belum memungkinkan membentuk larik jadi merapat.

Namun, untuk mengakalinya, Kompasianer bisa menulis terlebih dulu di aplikasi "Notes" pada mobile/smartphone. Setelah selesai, baru disalin-tempel ke Dasbor Kompasiana.

Menggunakan
Menggunakan
3. Bila Menulis dari Microsoft Word/Notepad

Ada beberapa kasus, salah satunya Kompasianer sudah membuat jarak spasi di Microsoft Word/Notepad dengan format line spacing 1.0 dan spacing after 0 pt, kemudian ketika disalin-tempel masih membentuk jarak satu spasi.

Format sudah diatur dengan line spacing 1.0 dan spacing after 0 pt
Format sudah diatur dengan line spacing 1.0 dan spacing after 0 pt
Ini berkenaan dengan Dasbor Kompasiana yang sedang dalam perkembangan. Bila terjadi kasus serupa, setelah puisi disalin-tempel ke Dasbor Kompasiana, cukup letakkan kursor pada awal larik, kemudian hapus (backspace). Setelah larik tersebut menjadi satu baris, baru tekan Shift + Enter secara bersamaan, seperti yang tadi dijelaskan pada poin pertama. Maka akan menghasilkan seperti ini: 

Bila sudah diatur kembali seperti pada poin pertama.
Bila sudah diatur kembali seperti pada poin pertama.
Biarpun menurut Sapardi bahwa, "puisi itu bunyi, puisi mesti dinyanyikan," sebelum itu semua, alangkah baiknya membentuk puisi supaya lebih terlihaat cantik agar orang lain pun mudah dan enak membacanya --dan, barangkali di kemudian hari dinyanyikan. Semoga langkah ini sedikit membantu Kompasianer dalam menulis puisi. Selamat merayakan puisi di Fiksiana! (HAY)

Catatan: 

*) Puisi yang digunakan untuk ilustrasi ini adalah puisi dari Sapardi Djoko Damono yang berjudul "Aku Ingin"
*) Alangkah lebih bagus dan baik bila puisi yang hendak ditayangkan menggunakan ilustrasi. [Tutorial Mengunggah Gambar bisa dilihat di sini.]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Tutorial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun