Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mempersoalkan Razia Warung Makan di Bulan Ramadan

29 Juni 2016   17:03 Diperbarui: 29 Juni 2016   17:13 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pedagang menutup warungnya ketika Ramadan. Kompas.com

Ilustrasi. Kompasmuda.com
Ilustrasi. Kompasmuda.com
Kita sudah kehilangan metafora dalam kehidupan kita. Itulah kalimat pertama yang dituliskan Balya Nur dalam artikelnya. Menurutnya perda larangan membuka warung di siang hari ditanggapi secara berlebihan.

Pemerintah menganggap ini sebagai perda bernuansa syariah yang berujung pada tuduhan intoleran. Bahkan kaum liberalis menganggap sebagai perda perlindungan bagi orang yang tidak berpuasa.

Memang benar dalam Islam sendiri tidak ada larangan untuk membuka warung di siang hari saat Ramadan namun sebenarnya Perda tersebut ada hanya untuk menghormati orang yang berpuasa, bukan melindungi orang yang berpuasa.

Penutupan warung makan siang hari adalah lambang penghormatan terhadap orang yang berpuasa. Sama ketika kita membungkuk saat berjalan melewati kerumunan orang.

4. Puasa dan Toleransi

Ilustrasi. Klinik Fotografi Kompas
Ilustrasi. Klinik Fotografi Kompas
Kisah Saeni yang viral di media sosial mengundang berbagai respon. Amirudin Mahmud juga menuliskan tanggapannya dalam sebuah ulasan. Menurutnya pro kontra seputar warung di siang Ramadan bukan hal baru. Setiap tahun pasti ada perdebatan soal hal ini.

Memang, puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum, tapi juga melatih serta mengajarkan toleransi. Menurut Amirudin, seorang muslim yang tengah berpuasa harus siap berdampingan dengan yang tidak berpuasa. Bagi mereka yang berpuasa maupun tidak harus saling menghormati.

Menanggapi warung yang buka di siang Ramadan ini pemerintah daerah seharusnya bisa berlaku bijak. Setiap peraturan yang berlaku harus diperhitungkan dan mempertimbangkan banyak hal. Juga aparat Satpol PP tidak perlu berlebihan.

5. Kasus Serang Jangan Dijadikan Pembenar untuk Intoleran

Ilustrasi Satpol PP. Kompas.com
Ilustrasi Satpol PP. Kompas.com
Kasus razia dan penyitaan makanan milik Ibu Eni menjadi viral dan mendapat berbagai kecaman. Tindakan arogan Satpol PP bukan hanya mencederai kemanusiaan tapi juga mencoreng wajah Islam.

Kompasianer Yon Bayu mengungkapkan bahwa tindakan seperti ini memang tidak dibenarkan dengan dalih apapun. Namun jangan sampai kejadian ini malah menjadi alat pembenar untuk menggugat sikap toleransi di Indonesia.

Yon Bayu menerangkan bahwa tindakan menutup warung di siang hari dengan menggunakan tirai pembatas selama bulan puasa atau membatasi jam operasional tempat hiburan malam adalah bentuk toleransi yang harus dipertahankan.

Memang merugikan pihak lain, tapi itulah arti sesungguhnya. Tidak ada toleransi tanpa sebuah pengorbanan. Sama seperti di Bali ketika umat Hindu merayakan Nyepi, umat Islam pun tidak boleh protes ketika harus ikut gelap-gelapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun