Pemerintah menganggap ini sebagai perda bernuansa syariah yang berujung pada tuduhan intoleran. Bahkan kaum liberalis menganggap sebagai perda perlindungan bagi orang yang tidak berpuasa.
Memang benar dalam Islam sendiri tidak ada larangan untuk membuka warung di siang hari saat Ramadan namun sebenarnya Perda tersebut ada hanya untuk menghormati orang yang berpuasa, bukan melindungi orang yang berpuasa.
Penutupan warung makan siang hari adalah lambang penghormatan terhadap orang yang berpuasa. Sama ketika kita membungkuk saat berjalan melewati kerumunan orang.
4. Puasa dan Toleransi
Memang, puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum, tapi juga melatih serta mengajarkan toleransi. Menurut Amirudin, seorang muslim yang tengah berpuasa harus siap berdampingan dengan yang tidak berpuasa. Bagi mereka yang berpuasa maupun tidak harus saling menghormati.
Menanggapi warung yang buka di siang Ramadan ini pemerintah daerah seharusnya bisa berlaku bijak. Setiap peraturan yang berlaku harus diperhitungkan dan mempertimbangkan banyak hal. Juga aparat Satpol PP tidak perlu berlebihan.
5. Kasus Serang Jangan Dijadikan Pembenar untuk Intoleran
Kompasianer Yon Bayu mengungkapkan bahwa tindakan seperti ini memang tidak dibenarkan dengan dalih apapun. Namun jangan sampai kejadian ini malah menjadi alat pembenar untuk menggugat sikap toleransi di Indonesia.
Yon Bayu menerangkan bahwa tindakan menutup warung di siang hari dengan menggunakan tirai pembatas selama bulan puasa atau membatasi jam operasional tempat hiburan malam adalah bentuk toleransi yang harus dipertahankan.
Memang merugikan pihak lain, tapi itulah arti sesungguhnya. Tidak ada toleransi tanpa sebuah pengorbanan. Sama seperti di Bali ketika umat Hindu merayakan Nyepi, umat Islam pun tidak boleh protes ketika harus ikut gelap-gelapan.