Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

4 Alasan Mengapa Harga Sembako Naik saat Lebaran

24 Juni 2016   16:47 Diperbarui: 4 April 2017   17:21 4453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sembako. Kontan.co.id

Sudah seperti tradisi setiap tahunnya ketika menjelang Ramadan dan Idul Fitri, harga sembako di pasar mengalami kenaikan.

Kenaikan ini berada pada rentang harga yang bervariasi. Ada yang meningkat signifikan ada juga yang tidak. Namun fenomena ini seolah lumrah terjadi ketika momen menjelang Ramadan dan Lebaran.

Sebenarnya apa akar masalah ini? Apakah hanya karena faktor supply dan demand yang timpang? Mungkin bisa jadi begitu, tapi pasti ada beberapa hal lain yang memengaruhi.

Berikut ini adalah beberapa alasan yang diprediksi oleh Kompasianer yang melatarbelakangi terjadinya kenaikan harga sembako di pasar kala jelang Ramadan dan Lebaran.

1. Politik Sembako Menjelang Lebaran

Pasar tradisional. Kompas.com/Bisniskeuangan
Pasar tradisional. Kompas.com/Bisniskeuangan
Alasan pertama menurut Mania Telo adalah adanya politik sembako saat menjelang lebaran. Memang, kebutuhan dan permintaan sembako yang ada di Indonesia sangat spesifik ketika menjelang hari raya. Apalagi ditambah dengan mayoritas umat muslim di Indonesia yang mempunyai kebiasaan unik yang tidak ditemui di negara lain. Kebiasaan ini kemudian menyebabkan meningkatkan perilaku konsumsi di masyarakat. Oleh karena itu tidak jarang faktor supply dan demand menjadi alasan.

Sayangnya, hal ini tidak diimbangi dengan kecepatan distribusi. Menurut Mania, penyebabnya adalah produk sembako merupakan komoditas yang mengalami fluktuasi dengan berbagai faktor. Bahkan seperti cuaca hingga kurs mata uang dapat memengaruhi.

Karena itulah muncul kecurigaan dan tuduhan adanya kartel (penimbunan) dan macam-macam tuduhan lainnya pada pengusaha dan ini bisa dikatakan sebuah bentuk intimidasi.

Dalam permainan harga ini pemerintah pasti tahu lebih banyak. Karena yang bermain di distribusi seperti ini tidak cukup banyak. Apalagi untuk permainan bahan sembako impor. Jadi, ketika harga semakin mahal karena pemain impor ikut "bermain mata" maka tidak usah lagi ada tuduhan kartel. Oleh karena itu Presiden harus membereskan aturan tata niaga yang masih menimbulkan harga sembako malah menjadi mahal dan tidak stabil.

2. Gagalnya Intervensi Pemerintah pada Daging Sapi

Penjual daging sapi. Kompas.com
Penjual daging sapi. Kompas.com
Pemerintah terus berupaya untuk menekan harga daging sapi agar tetap berada pada kondisi yang stabil yaitu pada harga Rp 80 ribu per kilogram. Namun sebenarnya yang perlu diperhatikan menurut Reinhard Hutabarat adalah keseimbangan. Nah di situlah peran pemerintah sebagai regulator yang mampu mengatur keseimbangan yang menguntungkan bagi semua pihak.

Dalam kepentingan bisnis daging sapi ini pemerintah tentu perlu memerhatikan beberapa pihak yang terlibat. Pertama adalah peternak. Bagi peternak biaya yang paling besar adalah pengadaan bakalan atau anakan sapi. Jika pemerintah mau mensubsidi harga bakalan atau anakan sapi maka harga daging bisa ditekan.

Kedua, konsumen. Ini adalah letak persoalan terbesar. Konsumen langsung biasanya membeli daging sapi jenis tertentu sedangkan konsumen tak langsung membeli semua jenis daging yang ada. Ketiga adalah pedagang. Pedagang adalah pihak yang membuat ketentuan laba sebuah komoditas. Di sini pedagang juga memegang peranan penting.

3. Harga Sembako Menjelang Ramadhan dan Idul Fitri: Plus Minus Kebijakan Jokowi dan Habibie

Presiden Joko Widodo dan Mantan Presiden BJ Habibie. Kompas.com
Presiden Joko Widodo dan Mantan Presiden BJ Habibie. Kompas.com
Habibie adalah sosok yang pernah menjadi orang nomor satu di Indonesia dan tentu saja keahliannya dalam teknologi tidak diragukan. Namun untuk masalah manuver politik, Jokowi lebih ahli.

Namun menurut Almizan Ulfa Jokowi jelas kalah dalam kemampuan mengendalikan harga sembako. Meski dalam masa pemerintahan yang singkat, Habibie terbukti mampu menekan harga sembako tetap berada pada harga yang wajar. Dan lebih hebat lagi pengendalian tersebut tidak memerlukan dana APBN.

Sebenarnya perbedaan yang terlihat adalah kebijakan yang diambil. Pada masa pemerintahan Jokowi saat ini menurut Almizan, merogoh kocek APBN dalam jumlah yang besar. Ini mencakup anggaran yang dikucurkan Perum Bulog sebesar 5 triliun serta anggaran kedaulatan pangan sebesar 4,2 triliun.

Selain itu Menteri Perdagangan juga terlihat kurang koordinasi, Menteri Pertanian menyatakan ini adalah anomali dan  masih ada beberapa lagi yang miskoordinasi. Inilah yang harus segera dibenahi.

4. Harga Daging: Mari Berpikir Rasional

Daging sapi di pasar tradisional. Kompas.com
Daging sapi di pasar tradisional. Kompas.com
Keinginan pemerintah selama Ramadan dan Lebaran agar daging sapi berada pada harga yang ideal menimbulkan pertanyaan, apakah benar akan terealisasi? Melihat hal ini, Ronny Noor kemudian menjabarkan bahwa ada beberapa fakta yang harus diperhatikan.

Pertama, produksi daging nasional memang kurang. Fakta menunjukkan produksi daging nasional hanya mampu mencukupi maksimal sekitar 85% kebutuhan daging nasional. Oleh karena itu untuk menutup kekurangan suplai ini maka pemerintah harus melakukan impor.

Fakta kedua, haruskah mengimpor daging hanya dari Australia? Salah satu alasan utama mengapa sampai saat ini kita mengandalkan daging impor dari Australia adalah masalah aturan terkait dengan penyakit mulut dan kuku.

Adanya aturan inilah membuat ketergantungan Indonesia akan supplai daging dan ternak hidup dari Australia semakin kronis yang berujung pada tingginya harga daging di pasaran karena tidak adanya persaingan harga.

Ketiga, impor sapi hidup memang pilihan utama. Aturan yang ada saat ini yang sebenarnya mengharuskan pihak pengimpor untuk memelihara sapi impornya sampai batas waktu tertentu dinilai masih memadai.

Keempat, harus berani berkeringat. Penanganan serius memang tengah dilakukan oleh pihak yang berwenang. Dan ini tertuang dalam kedaulagan dan keamanan pangan nasional. Namun selama akar masalahnya tidak diatasi maka lonjakan daging sapi akan tetap jadi ritual tahunan. (YUD)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun