Sudah seperti tradisi setiap tahunnya ketika menjelang Ramadan dan Idul Fitri, harga sembako di pasar mengalami kenaikan.
Kenaikan ini berada pada rentang harga yang bervariasi. Ada yang meningkat signifikan ada juga yang tidak. Namun fenomena ini seolah lumrah terjadi ketika momen menjelang Ramadan dan Lebaran.
Sebenarnya apa akar masalah ini? Apakah hanya karena faktor supply dan demand yang timpang? Mungkin bisa jadi begitu, tapi pasti ada beberapa hal lain yang memengaruhi.
Berikut ini adalah beberapa alasan yang diprediksi oleh Kompasianer yang melatarbelakangi terjadinya kenaikan harga sembako di pasar kala jelang Ramadan dan Lebaran.
1. Politik Sembako Menjelang Lebaran
Sayangnya, hal ini tidak diimbangi dengan kecepatan distribusi. Menurut Mania, penyebabnya adalah produk sembako merupakan komoditas yang mengalami fluktuasi dengan berbagai faktor. Bahkan seperti cuaca hingga kurs mata uang dapat memengaruhi.
Karena itulah muncul kecurigaan dan tuduhan adanya kartel (penimbunan) dan macam-macam tuduhan lainnya pada pengusaha dan ini bisa dikatakan sebuah bentuk intimidasi.
Dalam permainan harga ini pemerintah pasti tahu lebih banyak. Karena yang bermain di distribusi seperti ini tidak cukup banyak. Apalagi untuk permainan bahan sembako impor. Jadi, ketika harga semakin mahal karena pemain impor ikut "bermain mata" maka tidak usah lagi ada tuduhan kartel. Oleh karena itu Presiden harus membereskan aturan tata niaga yang masih menimbulkan harga sembako malah menjadi mahal dan tidak stabil.
2. Gagalnya Intervensi Pemerintah pada Daging Sapi
Dalam kepentingan bisnis daging sapi ini pemerintah tentu perlu memerhatikan beberapa pihak yang terlibat. Pertama adalah peternak. Bagi peternak biaya yang paling besar adalah pengadaan bakalan atau anakan sapi. Jika pemerintah mau mensubsidi harga bakalan atau anakan sapi maka harga daging bisa ditekan.
Kedua, konsumen. Ini adalah letak persoalan terbesar. Konsumen langsung biasanya membeli daging sapi jenis tertentu sedangkan konsumen tak langsung membeli semua jenis daging yang ada. Ketiga adalah pedagang. Pedagang adalah pihak yang membuat ketentuan laba sebuah komoditas. Di sini pedagang juga memegang peranan penting.
3. Harga Sembako Menjelang Ramadhan dan Idul Fitri: Plus Minus Kebijakan Jokowi dan Habibie
Namun menurut Almizan Ulfa Jokowi jelas kalah dalam kemampuan mengendalikan harga sembako. Meski dalam masa pemerintahan yang singkat, Habibie terbukti mampu menekan harga sembako tetap berada pada harga yang wajar. Dan lebih hebat lagi pengendalian tersebut tidak memerlukan dana APBN.
Sebenarnya perbedaan yang terlihat adalah kebijakan yang diambil. Pada masa pemerintahan Jokowi saat ini menurut Almizan, merogoh kocek APBN dalam jumlah yang besar. Ini mencakup anggaran yang dikucurkan Perum Bulog sebesar 5 triliun serta anggaran kedaulatan pangan sebesar 4,2 triliun.
Selain itu Menteri Perdagangan juga terlihat kurang koordinasi, Menteri Pertanian menyatakan ini adalah anomali dan  masih ada beberapa lagi yang miskoordinasi. Inilah yang harus segera dibenahi.
4. Harga Daging: Mari Berpikir Rasional
Pertama, produksi daging nasional memang kurang. Fakta menunjukkan produksi daging nasional hanya mampu mencukupi maksimal sekitar 85% kebutuhan daging nasional. Oleh karena itu untuk menutup kekurangan suplai ini maka pemerintah harus melakukan impor.
Fakta kedua, haruskah mengimpor daging hanya dari Australia? Salah satu alasan utama mengapa sampai saat ini kita mengandalkan daging impor dari Australia adalah masalah aturan terkait dengan penyakit mulut dan kuku.
Adanya aturan inilah membuat ketergantungan Indonesia akan supplai daging dan ternak hidup dari Australia semakin kronis yang berujung pada tingginya harga daging di pasaran karena tidak adanya persaingan harga.
Ketiga, impor sapi hidup memang pilihan utama. Aturan yang ada saat ini yang sebenarnya mengharuskan pihak pengimpor untuk memelihara sapi impornya sampai batas waktu tertentu dinilai masih memadai.
Keempat, harus berani berkeringat. Penanganan serius memang tengah dilakukan oleh pihak yang berwenang. Dan ini tertuang dalam kedaulagan dan keamanan pangan nasional. Namun selama akar masalahnya tidak diatasi maka lonjakan daging sapi akan tetap jadi ritual tahunan. (YUD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H