Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

4 Alasan Mengapa Harga Sembako Naik saat Lebaran

24 Juni 2016   16:47 Diperbarui: 4 April 2017   17:21 4453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sembako. Kontan.co.id

Presiden Joko Widodo dan Mantan Presiden BJ Habibie. Kompas.com
Presiden Joko Widodo dan Mantan Presiden BJ Habibie. Kompas.com
Habibie adalah sosok yang pernah menjadi orang nomor satu di Indonesia dan tentu saja keahliannya dalam teknologi tidak diragukan. Namun untuk masalah manuver politik, Jokowi lebih ahli.

Namun menurut Almizan Ulfa Jokowi jelas kalah dalam kemampuan mengendalikan harga sembako. Meski dalam masa pemerintahan yang singkat, Habibie terbukti mampu menekan harga sembako tetap berada pada harga yang wajar. Dan lebih hebat lagi pengendalian tersebut tidak memerlukan dana APBN.

Sebenarnya perbedaan yang terlihat adalah kebijakan yang diambil. Pada masa pemerintahan Jokowi saat ini menurut Almizan, merogoh kocek APBN dalam jumlah yang besar. Ini mencakup anggaran yang dikucurkan Perum Bulog sebesar 5 triliun serta anggaran kedaulatan pangan sebesar 4,2 triliun.

Selain itu Menteri Perdagangan juga terlihat kurang koordinasi, Menteri Pertanian menyatakan ini adalah anomali dan  masih ada beberapa lagi yang miskoordinasi. Inilah yang harus segera dibenahi.

4. Harga Daging: Mari Berpikir Rasional

Daging sapi di pasar tradisional. Kompas.com
Daging sapi di pasar tradisional. Kompas.com
Keinginan pemerintah selama Ramadan dan Lebaran agar daging sapi berada pada harga yang ideal menimbulkan pertanyaan, apakah benar akan terealisasi? Melihat hal ini, Ronny Noor kemudian menjabarkan bahwa ada beberapa fakta yang harus diperhatikan.

Pertama, produksi daging nasional memang kurang. Fakta menunjukkan produksi daging nasional hanya mampu mencukupi maksimal sekitar 85% kebutuhan daging nasional. Oleh karena itu untuk menutup kekurangan suplai ini maka pemerintah harus melakukan impor.

Fakta kedua, haruskah mengimpor daging hanya dari Australia? Salah satu alasan utama mengapa sampai saat ini kita mengandalkan daging impor dari Australia adalah masalah aturan terkait dengan penyakit mulut dan kuku.

Adanya aturan inilah membuat ketergantungan Indonesia akan supplai daging dan ternak hidup dari Australia semakin kronis yang berujung pada tingginya harga daging di pasaran karena tidak adanya persaingan harga.

Ketiga, impor sapi hidup memang pilihan utama. Aturan yang ada saat ini yang sebenarnya mengharuskan pihak pengimpor untuk memelihara sapi impornya sampai batas waktu tertentu dinilai masih memadai.

Keempat, harus berani berkeringat. Penanganan serius memang tengah dilakukan oleh pihak yang berwenang. Dan ini tertuang dalam kedaulagan dan keamanan pangan nasional. Namun selama akar masalahnya tidak diatasi maka lonjakan daging sapi akan tetap jadi ritual tahunan. (YUD)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun