Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penerimaan Calon PNS Diutamakan dari Kampus Ternama, Adilkah?

16 Juni 2016   14:35 Diperbarui: 16 Juni 2016   14:44 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS IMAGES / VITALIS YOGI TRISNA Pedagang menawarkan buku panduan seleksi calon pegawai negeri sipil

Tahun 2016 ini pemerintah berencana membuka lowongan pegawai negeri sipil (PNS) dalam jumlah yang terbatas. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi kabarnya akan memberlakukan persyaratan dan pertimbangan tertentu bagi peserta CPNS.

Salah satunya adalah pertimbangan yang mengutamakan calon PNS dari perguruan tinggi ternama. Menurut Yuddy, hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas PNS.

Selain itu, ada juga wacana tentang lulusan yang memperoleh predikat Cum Laude akan diterima tanpa melewati seleksi atau tes. Tentu saja wacana yang menjadi viral di media sosial ini kemudian menimbulkan polemik. Muncul dua pandangan berbeda tentang hal ini.

Begitu juga di Kompasiana. Jajak pendapat dilakukan dengan melontarkan statement "Calon PNS Harus Lulusan Kampus Ternama," dan hasilnya sebanyak 2 Kompasianer menyatakan pro dan 9 Kompasianer menyatakan kontra.

Salah satu yang menyatakan pro adalah Dede Zahra None. Menurutnya, pekerjaan sebagai pegawai negeri adalah satu pengabdian bagi negara. Tentu saja sebagai aparat, PNS harus mau mengabdikan dirinya pada masyarakat dengan segenap jiwa dan pemikiran. Oleh karena itu calon PNS haruslah memiliki kualitas pendidikan yang baik.

"PNS adalah abdi negara. Mereka bertugas melayani rakyat Indonesia sebagai bentuk pengabdian terhadap negara. Lulusan PTN jelas lulus penyaringan secara kompetensi dan kejiwaan telah terseleksi," tulis Dede.

"Saat proses kelulusan pun tanpa ada money politik. Jadi kualitas dan itegritas harus ditegakkan sebagai pengemban amanah rakyat," lanjutnya.

Sebenarnya wacana ini bukan tanpa alasan. Dalam sebuah wawancara, Yuddy Chrisnandi mengatakan selain dari pelamar umum, pemerintah juga berencana membuka lowongan PNS dari sekolah kedinasan.

Nantinya, jumlah PNS yang akan dibuka mencapat 11 ribu lowongan. Selain itu pemerintah juga membuka lowongan PNS untuk dokter dan dokter gigi sebanyak 2.200 PNS.

Senada dengan Dede, Kompasianer lain yang mendukung wacana ini adalah Syahrul Aminullah. Menurutnya, lulusan perguruan tinggi terbaik dapat mengabdikan diri dan mengembangkan potensinya. Selain itu juga dapat menjadi agen perubahan dalam internal PNS itu sendiri.

"Lulusan perguruan tinggi terbaik di Indonesia dari 4911 PTN, PTS dan Kedinasan/Lembaga dapat mengabdikan diri menjadi PNS agar bisa menjadi agent of change," ungkap Syahrul.

"Faktanya, saat ini dari 4.911 perguruan tinggi dan hampir 5 ribu industri besar, ekonomi kita malah melambat. Saya setuju (dengan pernyataan ini) dengan catatan prosesnya dilakukan dengan terbuka dan mendapat persetujuan wakil rakyat.

Sayangnya anggota Komisi X DPR, Dadang Rusdiana tidak sependapat. Ia malah menyayangkan rencana Menpan-RB, Yuddy Chrisnandi yang mengutamakan penerimaan CPNS dari perguruan tinggi ternama.

"Siapapun bisa jadi PNS dengan seleksi terbuka. Tidak dibatasi dengan popularitas kampus. Sebab, untuk jadi PNS punya kualifikasi," ujar Dadang kepada salah satu media daring.

"Kembali ke masing-masing mahasiswa, tidak bisa dipukul rata. Perguruan tinggi terkenal belum tentu hasilkan lulusan yang bagus," lanjutnya.

Pernyataan ini diamini oleh beberapa Kompasianer. Elianson Sinaga salah satu yang menyatakan kontra pada wacana tersebut. Eliason mengatakan, yang menjadi kriteria untuk menjadi seorang PNS adalah kejujuran, ketulusan dan komitmen tinggi melayani masyarakat. Tidak bisa hanya diukur melalui kecerdasan intelejensi.

"Kriteria utama sebagai PNS mestinya adalah kejujuran, ketulusan dan komitmen tinggi untuk melayani rakyat. Bukan hanya kepintaran atau inteligensia. Jadi entah dia lulusan dari universitas ternama atau bukan semua orang mesti diberikan kesempatan untuk menjadi seorang PNS," tulis Eliason.

"Karena lulusan yang pintar, jujur, ikhlas dan mau melayani rakyat dengan komitmen tinggi ada di mana saja bukan hanya terdapat di universitas-universitas ternama. Kementerian PAN RB seharusnya fokus membuat sebuah sistem yang bisa mendeteksi lulusan universitas yang berkompeten, pintar dan yang berakhlak mulia dan berkarakter baik, yang tidak goyah terhadap godaan, yang mampu mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah," ungkapnya.

Pernyataan yang tidak berbeda juga dilontarkan oleh Faris Saputra Dewa. Perguruan tinggi baik ternama atau tidak sampai saat ini masih belum jelas tolok ukurnya. Belum ada indikator untuk mengatakan bahwa perguruan tinggi tersebut ternama atau tidak. Jika kemudian pemerintah merilis daftar "perguruan tinggi ternama" maka ini hanya menjadi polemik baru.

"Karena perguruan tinggi hanyalah tempat untuk mengembangkan diri dan kemampuan, mau berkembang atau tidak itu bagaimana alumni dari perguruan tinggi tersebut. Kenyataannya tidak sedikit alumni perguruan tinggi (yang katanya) ternama jadi pelaku tindak kriminal," ucap Faris.

Hingga saat ini belum ada lagi kepastian tentang wacana ini apakah akan direalisasikan atau tidak. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun